Anak-anakku Jacko Mania
Sebagai ibu, istri dan perempuan pekerja, waktuku sebagian besar tersita untuk urusan pekerja. Mulai bangun pukul 04.30, mempersiapak keperluan anak dan suami, termasuk masak untuk sarapan dan bekal mereka. Aku berangkat pk. 7.30 sampai rumah kembali sekitar pk. 19.00. Nyaris setengah hari di luar rumah untuk urusan pekerjaan. Dan biasanya kalau sudah pulang, bersih-bersih diri, istirahat sambil ngobrol dengan Bas dan Van juga papanya, lalau menyiapkan makan malam.
Pokoknya lewat pk. 21.00 aku nyaris kehabisan energy. Mau menulis? Begitu banyak yang ingin di tulis. Tapi kalau aku mengikuti keinginanku menulis, aku mengabaikan rasa lelah dan anak-anak terutama si kecil Van. Yang menjelang tidur masih memerlukan aku. Selain itu terkadang kalau Van sudah tidur, aku masih harus mengintip komputer untuk mengevaluasi kerjaan. Biasanya pukul 22. 15 mataku benar-benar mulai sulit di buka. Dan jadwal itu berputar 5 hari. Sabtu dan Minggu agak lumayan bisa bangun lewat dari pukul 7. Karena di jam-jam itu kedua anakku sudah pasti minta susu atau sarapan.
Menulis bagiku adalah salah satu wujud kesenangan maka aku mengalahkan kesenanganku itu dengan merelakan diri bersenda gurau atau ngobrol dengan Bas dan Van menjelang mereka tidur. Dan biasanyapun aku ikut tertidur. Esok pagi, pk. 4.30 aku sudah harus bangun. Pendek kata agak sulit menyisihkan waktu untuk menulis.
Sebenarnya bukan aku mengabaikan menulis. Kadang tulisanku hanya tertuang sebagai catatan harian tanpa sempat aku postingkan di milis atau di blog. Sekarang aku mau sedikit bercerita mengenai dua malaikat kecilku Bas dan Van.
Kematian tragis King of Pop Michael “Jacko” Jackson turut menjadi perhatian Bas dan Van. Ini tak lepas dari peran media yang hingga lebih dari seminggu pemakaman Jacko, beritanya masih mewarnai televisi. Papanya anak-anak yang juga penggemar music, banyak bercerita pada Bas dan Van melengkapi berita seputar Jacko. Soalnya saat Jacko mengguncang dunia, aku dan suami masih duduk di SMA. (Waktu itu belum saling mengenal) Bahkan papanya anak-anak mampu menyanyikan syair lagu-lagu Jacko dengan baik.
Saat menjelang tidur, Van dan Bas dengan antusias menceritakan kembali apa yang didengar dari tv maupun dari papanya. Mereka berdua mampu bercerita seakan mereka yang berada di situasi saat Jacko mendunia. Ah dasar anak-anak. Jiwa dan pikiran mereka memang seperti spon, yang dengan cepat menyerap hal-hal baru, apalagi kalau mereka suka.
Keduanya memang sangat menyukai music. Buatku hal itu menyenangkan saja. Hampir sepanjang kegiatan mereka, aku melihat mereka selalu bersenandung. Bagiku sebagai satu pertanda perasaan mereka nyaman. Karena tidak ada seorangpun kalau susah hati atau tidak nyaman lalu bersenandung. Selain itu aku juga suka melihat mereka mengganti syair seiring dengan kegiatan yang mereka lakukan. Aku tahu untuk yang satu itu mereka meniru aku.
Saat Bas dan Van masih balita. Jika aku membawa mereka untuk menyikat gigi, aku selalu bernyanyi dari lagu “Kakak Mia” yang syairnya aku ganti.
Wahai kuman…wahai kuman
Jangan suka kamu sembunyi.
Itu yang gendut yang warna hitam
Ayo keluar dari gigiku.
Kerap kali aku melihat kalau Bas dan Van sedang bercanda, mereka berbalas syair dengan mengganti syair semau-mau mereka. Kadang mereka cemberut kalau syairnya tidak bagus tapi sering juga mereka tertawa tergelak-gelak. Itu juga tanda yang meyakinkan aku, mereka berbahagia.Lebih dari 2 jam mereka bisa asik mengulang-ulang nonton VCD Michael Jackson. Dan sesekali mengikuti gaya Jacko menari. Aku sempat geli ketika ngobrol dengan papanya anak-anak.
“Pa,,,edan juga si Jacko bisa lentur begitu menarinya!”
“Itu karena dia menekuninya dengan serius!’ Jawab suamiku
“Mungkin juga karena berkulit hitam kali….kan disana AfroAmerica memang pandai menari semua!” ujarku lagi
“Ya, enggaklah, Jacko berlatih sudah sejak usia 5 tahun, ma!’ bantah suamiku. Tiba-tiba Van angkat bicara.
“Iya ma, Jacko itu seperti aku, sejak 5 tahun sudah berlatih menari!’ Ujar Van serius.
Aku menahan senyum sambil bertukar pandang dengan suamiku. Jujur, geli benar mendengar Van berkata demikian. Saat itu lagu Heal the world berkumandang. Kembali Van berkomentar.
“Ini lagu aku suka banget. Suara piano dan gitarnya membuatku nyaman. Jacko menyanyikannya juga bagus banget!” Ujar Van . Aku jadi serius mendengarkan, apa iya piano dan gitarnya terdengar nyata? Bagiku musiknya gabungan tapi memang Heal The world terasa menyihir pendengarnya.
Usai lagu itu, papanya anak-anak menterjemahkan syair Heal the world dan sedikit latar belakang mengapa lagu itu tercipta. Bas dan Van terdiam. Aku tidak tahu apa yang mereka pikirkan namun aku tahu ada sesuatu yang mereka tangkap dan pahami. Ya, dari seorang King of Pop Michael Jackson banyak yang bisa kita pelajari. Pesannya lewat karya musiknya patut kita tiru. Hidupnya didedikasikan untuk music dengan membawa pesan perdamaian.
Musik memang bahasa yang universal. Warna kulit boleh berbeda, warna rambut boleh berbeda tapi music perdamaian mampu menembus semua dinding perbedaan untuk wujudkan dunia menyadi tempat yang lebih baik untuk aku dan kamu..! 14 Juli 2009. Icha Koraag (Di sela-sela makan siang)
Diposkan oleh Elisa Koraag di 3:03 AM
Berawal dari blogwalking, saya merasa sangat beruntung dipertemukan dengan adanya informasi Give Away Elisa Koraag. Tidak sekedar "mengejar" hadiah, saya banyak belajar dari catatan Mama Bas dan Van ini.
Salah satu artikel yang membuat saya jatuh cinta pada blog - http://vanenbas.blogspot.com/ adalah kisah tentang Anak-Anak Jacko Mania seperti tersebut di atas. Bukan karena saya penggemar fanatik Jacko, tetapi tulisan di paragraf pertama langsung mencuri perhatian saya.
Bangun dini hari, mengurus tetek bengek rumah termasuk memasak, bergegas berangkat kerja, pulang senja dan mencuri-curi waktu untuk menulis itu adalah keseharian saya beberapa waktu lalu, sebelum saya memutuskan resign akhir Desember 2012 setelah tanggungan hutang saya di bank untuk membayar KPR lunas sudah. Setahun tanpa ART adalah saat paling sulit bagi kami sekeluarga terutama anak-anak kami, karena si sulung Rafi yang baru berusia delapan tahun harus terbiasa mandiri tanpa ditemani siapapun di rumah sepulang sekolah, sementara Raditya sempat meraung-raung dan berakting pingsan ketika dititipkan di Tempat Penitipan Anak begitu ART saya keluar kerja. Belum lagi jika saya kesulitan mendapatkan transportasi (bus, bus kota) di akhir pekan atau terjebak kemacetan di jalan sehingga pulang kemalaman dan mendapati Rafi berurai air mata menanti kedatangan sang Mama dan Papa. Sungguh, saya merasa menjadi Mama terburuk di dunia namun tak mampu berhenti bekerja tiba-tiba karena tanggungan hutang KPR dipotong dari gaji saya dan kami benar-benar tak mampu melunasinya sekaligus.
Selama sepuluh tahun saya adalah wanita pekerja, dengan dua anak (satu masih Balita), selama setahun terakhir tanpa Asisten Rumah Tangga dan jarak tempat kerja puluhan Km dari rumah, Nyaris tak ada "me time" bagi saya padahal me time saya bukan jalan-jalan ke mall, ke salon atau rekreasi ke luar kota, menulis, berselancar di dunia maya dan membaca itulah me time yang saya butuhkan. Saya bisa merasakan apa yang dirasakan Elisa, kelelahan dan sering merasa kesulitan membagi waktu antara pekerjaan dan merawat keluarga seolah menjadi pisau bermata dua. Bedanya segera setelah hutang saya lunas karena merasa tak sanggup lagi, saya memutuskan beristirahat dari dunia kantoran, memilih menjadi emak rumahan sambil mengais rezeki dari rumah. Sedangkan (saat itu) Elisa masih sangat energik melanjutkan petualangannya dan masih sempat menulis pula - meski akhirnya sekarang telah berhenti bekerja seperti dikisahkannya di sini. Kehilangan separuh nafkah keluarga bukan hal yang mudah, sekelumit kisah saya untuk menyemangati diri dalam berevolusi ada di sini.
Meski bukan penggemar fanatik Jacko, saya suka sebagian besar hasil karyanya, kebetulan Heal The World adalah salah satu lagu favorit saya selain Ben. Dan saya sangat setuju dengan Elisa, musik adalah sesuatu yang universal, pesan kemanusiaan dapat disampaikan tanpa beban sekaligus memberikan hiburan. Lalu saya seolah merasa tepukan Jacko di bahu sambil berkata (setelah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia) : "hey, jika aku melakukannya melalui musik, mengapa tidak kau sampaikan bahasa universalmu tentang perdamaian via tulisan ?". Dan inilah saya sekarang, berdamai dengan kenyataan bahwa saya telah memilih untuk menjadi emak rumahan namun saya tetap punya kewajiban mencari nafkah, demi Mama orangtua saya satu-satunya, demi mereka yang telah pergi karena saya sekarang hanya bisa bersedekah atas nama mereka sebagai tanda berbakti.
Ditinjau dari tulisan-tulisannya Elisa adalah sosok yang aktif dan energik, di sela kesibukannya yang tentu luar biasa, beliau sangat konsisten dalam menulis, bayangkan TIGA blog dirawatnya dalam waktu bersamaan :
- http://elisakoraag.blogspot.com/ - mayoritas berisi opini, artikel lepas atau hal-hal yang berkenaan dengan aktivitas Elisa dalam karya.
- http://vanenbas.blogspot.com/ - ini favorit saya dari ketiga blog Elisa, karena berisi catatan tentang anak-anak, bagi saya anak-anak adalah makhluk paling unik dan jujur, setiap anak memiliki kelebihan dan daya magisnya masing-masing, membaca tentang anak-anak mampu membuat saya terbahak, merenung dan tersentak.
Meski newbie di dunia blogger, membaca tulisan Elisa Koraag menginspirasi saya untuk terus menulis, apalagi kini saya tak lagi merasa kelelahan setelah resign, harusnya lebih produktif lagi dalam menulis. Menulis adalah sebuah aktivitas yang membuat otak terstimulasi agar tidak stagnan dalam kebosanan sekaligus menimbulkan hiburan.
Blog saya baru berusia empat bulan tetapi saya berniat untuk menjadikannya sebuah catatan harian tentang aktivitas emak rumahan (termasuk kisah seru saya bagaimana mendapatkan penghasilan dengan beraktivitas tanpa keluar rumah), merekam kenangan anak-anak yang penuh keceriaan, karena kelak jika saya telah tiada...mereka...orang-orang tercinta masih akan menemukan saya dalam sebuah karya.
Terimakasih Elisa telah membuka mata akan cerahnya dunia, semoga selalu sukses dan bahagia
Tulisan ini diikut sertakan pada Elisa Koraag's Give Away
Terima kasih Mak, sudah mampir, membaca catatan saya dan mengikuti GA saya.
ReplyDeleteSaya punya blog, ada 7 Mak. Tapi 3 yang saya publish karena menurut saya, ada pembelajaran di sana. Sampai sekarang jika saya menelusuri catatan-catatan itu, hati saya terasa hangat. Saya berhasil melewati semua itu dan di sinilah saya sekarang.
Saya baru tersadar, mempublish catatn ini ada gunanya.'terima kasih yah. Teruslah berbagi lewat tulisan.
Terimakasih Mama Van Bas...waoow ternyata 7! ya ? sedangkan saya pengen serius di 1 aja susah :D.
DeleteTerimakasih telah mengapresiasi, saya pasti akan sering berkunjung http://vanenbas.blogspot.com/ meski hanya silent rider :)