Hutan Pinus kawasan Ranu Gumbolo, Tulungagung, Dokpri
Libur kenaikan kelas lalu kami sekeluarga berwisata ke Ranu Gumbolo, Tulungagung Jawa Timur. Pertimbangan rekreasi ke sini adalah jaraknya yang terjangkau dengan mobil sewaan serta nuansanya yang alami. Ranu Gumbolo menawarkan pemandangan danau yang dikelilingi hutan pinus, udaranya sejuk, suasananya tenang karena tak ramai oleh wisatawan.
Berkunjung ke obyek wisata alam memiliki berbagai manfaat, selain lebih bisa menikmati suasana teduh, menghirup udara segar, kami juga berkesempatan memberikan pelajaran, pemahaman pentingnya menjaga kelestarian alam dan lingkungan kepada anak-anak yang telah beranjak remaja.
"Udaranya sejuk ya Ma, sunyi...tenang sekali di sini" seru si bungsu. "Ya Nak, namanya juga hutan, jauh dari keramaian" Aroma tanah basah yang tertimpa gerimis kian menumbuhkan kesan dekat dengan alam. Kondisi wana wisata tampak terawat, baik kelestarian maupun kebersihannya. Pengelola obyek wisata ini menyediakan tempat sampah ukuran besar di beberapa titik yang digunakan pengunjung untuk sekadar lesehan menikmati suasana sambil berfoto ria.
Fenomena Hutan Hujan Tropis Indonesia
Hutan pinus di kawasan Ranu Gumbolo merupakan hutan hasil reboisasi. Hutan buatan saja bisa seteduh ini, bagaimana dengan hutan hujan tropis yang terbentuk secara alami ya? Apalagi Indonesia merupakan negara dengan hutan hujan tropis terluas nomor 3 sedunia setelah Brazil dan Republik Kongo. Ketiga negara ini merupakan pemilik hutan hujan tropis seluas 52% dari seluruh hutan hujan tropis yang tersisa di dunia.
Hutan hujan tropis Indonesia tersebar di pulau Sumatera, Sulawesi, Kalimantan hingga Papua dan terbentuk karena letak geografis Indonesia yang sangat strategis di sekitar garis khatulistiwa. Daerah yang dilintasi garis khatulistiwa senantiasa mendapat limpahan sinar matahari yang cukup sepanjang tahun serta curah hujan yang mendukung bagi tumbuhnya vegetasi hingga menjadi hutan lebat yang ketinggian pohonnya bisa mencapai hingga 50 meter dengan dedaunan yang rindang. Pepohonan di hutan hujan tropis di Indonesia tumbuh menjulang dan ujung-ujungnya saling bertaut hingga membentuk kanopi.
Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemenlhk), total luas kawasan hutan di Indonesia mencapai 125,76 juta hektare pada 2022. Angka
tersebut setara dengan 62,97% dari luas daratan Indonesia yang sebesar 191,36 juta ha.
Hutan hujan tropis sering disebut sebagai paru-paru dunia. Meskipun berada di suatu wilayah negara, namun fungsi dan manfaatnya dirasakan semua insan di seluruh alam raya. Jika terjadi kerusakan hutan, maka akan berdampak bagi kelangsungan kehidupan.
Sadar bahwa keberadaan hutan hujan tropis sangat penting bagi keberlangsungan kehidupan, ketiga negara pemilik terbesar di dunia yaitu Brazil, Republik Kongo dan Indonesia pada 14 November 2022 telah menandatangani dokumen perjanjian Tropical Forest and Climate Action Cooperation demi menyelamatkan hutan tropis. Kesepakatan ini mencakup berbagai poin penting yang dipandang oleh ketiga negara sebagai langkah krusial untuk menjaga kelestarian hutan, antara lain merundingkan pendanaan baru berkelanjutan demi konservasi dan mengurangi deforestasi.
Fungsi Hutan Bagi Kehidupan
Berada di wisata hutan membuat kami merenung, betapa hutan merupakan sumber kekayaan alam yang sangat berharga. Jika direnungkan, lima fungsi utama hutan adalah:
1. Paru-paru dunia
Pepohonan di hutan melalui proses fotosintesis merupakan sumber oksigen bagi makhluk hidup. Pohon-pohon ini sekaligus menyerap Karbondioksida di udara sehingga kadarnya tidak berlebihan.
2. Pencegah erosi dan banjir
Hutan berfungsi menahan air hujan di dalam tanah. Bayangkan jika air hujan yang turun dalam debit besar berhari-hari tanpa ditahan akar pepohonan. Akan terjadi banjir besar yang melanda pemukiman.
3. Pengontrol iklim
Melalui proses fotosintesis berbagai tumbuhan di hutan, kadar Oksigen dan Karbondioksida berada dalam batas sewajarnya. Keberadaan hutan membantu mengendalikan suhu bumi karena sebagian panas matahari terserap oleh pepohonan. Air hujan yang tertahan oleh akar pepohonan dalam hutan bisa menjadi sumber air, terutama hutan yang berada di kawasan pegunungan.
4. Sumber keanekaragaman hayati
Hutan merupakan tempat hidup yang kondusif baik bagi flora dan fauna. Keseimbangan ekosistem ini hendaknya selalu terjaga demi kelangsungan hidup bumi seisinya. Berbagai produk yang dibutuhkan manusia untuk memenuhi hidupnya bersumber dari hasil hutan pula, mulai dari kayu hingga getahnya. Mulai dari kulit batang hingga dedaunannya.
5. Sumber pangan
Beberapa sumber pangan dan bahan obat-obatan sulit untuk dibudidayakan di tempat lain. Hutan merupakan sumber pangan tak tergantikan.
Sayangnya hutan yang sangat berharga bagi kehidupan manusia semakin terancam kelestariannya. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa selama periode 2017-2021 luas hutan Indonesia telah berkurang sebesar 956.258 hektar.
Bahaya Kebakaran Hutan
Berkurangnya luas hutan bisa disebabkan faktor alam dan faktor perilaku manusia. Faktor alam yang menyebabkan luas hutan berkurang karena terbakar adalah bencana alam gunung meletus dan musim kemarau panjang. Namun yang sangat membahayakan kelestarian hutan adalan faktor perilaku manusia yang merusak hutan dengan membakar, mengeksploitasi segala isinya hingga menyebabkan kerusakan masif yang tidak bisa ditanggulangi.
Dikutip dari website resmi Greenpeace, kebakaran hutan kian memprihatinkan.
Analisis
berdasarkan data yang tersedia di publik Greenpeace Asia Tenggara menemukan:
- Antara
2015 – 2019, 4,4 juta hektar lahan telah terbakar di Indonesia. Sekitar
789.600 hektar kawasan ini (18 persen diantaranya) telah berulang kali
terbakar.
- 1,3
juta hektar (30 persen) dari area kebakaran yang dipetakan antara 2015 –
2019 berada di konsesi kelapa sawit dan bubur kertas (pulp).
- Pada
tahun 2019, karhutla tahunan terburuk sejak 2015 yang membakar 1,6 juta
hektar hutan dan lahan atau setara 27 kali luas wilayah DKI Jakarta.
Katadata merilis data kebakaran hutan Indonesia selama periode 2016-2021 masih sangat memprihatinkan, dan tahun 2019 adalah kebakaran hutan terparah dalam periode lima tahun tersebut.
|
Data luas kebakaran hutan Indonesia, Sumber: Katadata |
Di tahun 2023 tercatat peningkatan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang cukup signifikan. Sepanjang Januari hingga Juni 2023 BNPB mencatat data sebagai berikut: 14 kejadian karhutla selama Januari, 18 karhutla di bulan Februari, 39 karhutla di bulan Mei dan per 6 Juli 2023 tercatat total 195 karhutla terjadi selama Januari - Juni 2023. Parahnya lagi angka ini diprediksi terus bertambah mengingat Indonesia belum menginjak puncak musim kemarau dan ancaman EL Nino yang menjadi salah satu penyebab terjadinya kebakaran hutan.
Jika karhutla tidak ditanggulangi secara serius, bencana lebih besar pasti melanda dunia dalam beberapa tahun yang akan datang. Tanpa hutan sumber Oksigen dan air bersih terancam, suhu udara kian meninggi, keanekaragaman hayati tinggal kenangan, bencana erosi dan tanah longsor menggerus pemukiman. Perubahan iklim yang kian terasa saat ini adalah bukti bahwa fungsi hutan tak tergantikan.
Tips Melestarikan Hutan dan Lingkungan dari Rumah
Hutan merupakan sumber keanekaragaman hayati. Hampir setiap segi kehidupan manusia bersumber dari keberadaan hutan. Maka, menjaga kelestarian hutan merupakan kewajiban setiap insan manusia, sebab dampak aktivitas manusia terhadap kelestarian lingkungan berkaitan erat dengan gaya hidup sehari-hari. Saatnya #BersamaBergerakBerdaya mengupayakan langkah-langkah konkrit demi bumi. Nyalakan spirit berjuang #UntukmuBumiku dan memotivasi diri agar selalu peduli terhadap lingkungan hidup dan menjaganya tetap lestari.
Menjaga kelestarian alam tak harus selalu turun ke lapangan, memperjuangkan hak-hak hutan di jalanan atau, terjun langsung menggalakkan reboisasi seperti yang dilakukan organisasi pecinta alam. Menjaga kelestarian lingkunan dan hutan Indonesia juga bisa dilakukan dari rumah.
Langkah-langkah sederhana berikut ini bisa dilakukan di rumah namun berdampak besar bagi kelestarian hutan dan lingkungan:
1. Meminimalisir konsumsi produk olahan kelapa sawit dan turunannya.
Pembukaan lahan oleh industri olahan sawit ditengarai menggerus hutan secara signifikan. Perkebunan kelapa sawit membutuhkan lahan luas untuk menjaga keberlangsungan ketersediaan bahan baku. Dilansir dari menlhk.go.id deforestasi hutan Kalimantan selama tahun 2005 - 2015 dipicu oleh industri pengolahan kelapa sawit.
Di sisi lain manusia tidak dapat sepenuhnya meninggalkan olahan kelapa sawit sebab berbagai produk kebutuhan hidup terbuat dari olahan sawit baik berupa bahan pangan seperti minyak goreng, margarin, krimer biskuit, hingga produk homecare seperti kosmetik dan pasta gigi. Maka menekan penggunaan produk olahan sawit diharapkan membantu mengurangi konsumsi dan ketergantungan pada olahan sawit sehingga berdampak pada menurunnya produksi olahan sawit.
Meminimalisir konsumsi produk olahan sawit bisa diterapkan di rumah dengan cara:
a. Mengganti minyak sawit dengan minyak jagung, kedelai atau zaitun
Mengalihkan konsumsi minyak sawit pada minyak non sawit adalah cara bijak untuk menghindari ketergantungan pada minyak sawit. Namun kendalanya adalah minyak non sawit dipandang terlalu mahal bagi sebagian besar masyarakat. Solusinya adalah menghemat penggunaan minyak goreng sawit
b. Menghemat minyak goreng sawit dapat dilakukan dengan cara :
- Menggunakan minyak sawit dalam jumlah terbatas setiap kali memasak sehingga tidak tersisa sebagai jelantah.
|
Membatasi penggunaan produk olahan sawit, Dokpri |
- Mengakhirkan bahan makanan yang bersifat lebih cepat "merusak" minyak. Misalnya ketika hendak menggoreng tempe, tahu, telur atau ikan lele maka urutan ideal saat menggoreng adalah tahu, tempe, telur. Lele digoreng paling akhir sebab membuat minyak menghitam dan tidak bisa digunakan lagi
- Menggunakan penggorengan yang mampu meratakan panas dengan sempurna, sehingga dengan menggunakan sedikit minyak dapat mematangkan bahan secara merata.
- Mengurangi jenis masakan gorengan terutama memasak metode deep fry, beralih ke menu kukus, rebus atau tim. Jika ingin menggoreng tanpa minyak bisa menggunakan air fryer
2. Bijak memanfaatkan produk olahan pulp (bubur kertas)
Salah satu produk olahan hutan yang memegang peran penting dalam kehidupan manusia adalah pulp atau bubur kertas berbahan baku serat kayu. Produk ini merupakan bahan utama dalam pembuatan kertas dan tisu. Kedua produk ini tampak sepele, harganya terjangkau, mudah didapat dan dianggap bukan barang yang istimewa. Dampak buruknya adalah pengguna kertas dan tisu merasa sah-sah aja boros menggunakan kedua produk ini. Ada minuman tumpah, lagi flu, kotoran nempel di perabot rumah tangga tinggal lap pakai tisu, buang. Coret-coret di kertas sedikit aja, buang, lupa bahwa untuk memproduksi 10 ribu lembar kertas dibutuhkan pohon pinus setinggi 45 kaki dengan diameter 8 inci (dikutip dari ribble-pack.co.uk)
Koaliasi Anti Mafia Hutan yang beranggotakan berbagai elemen masyarakat dan LSM seperti WALHI, Rainforest Action For Work, Pantau Gambut, Auriga mencatat bahwa kontribusi industri pulp terhadap kebakaran dan kabut asap terus berulang di Indonesia. Sebagian besar bahan baku kayu industri pulp berasal dari konsesi HTI di lahan gambut yang dikeringkan. Hal ini memicu terjadinya kebakaran hutan.
Bijak memanfatkan produk olahan pulp dalam jangka panjang membantu mengurangi eksplorasi hutan. Kurangi penggunaan tisu, manfaatkan lap kain dan sapu tangan yang bisa dicuci ulang. Bahkan baju bekas yang sudah tidak bisa dipakai lagi bisa dimanfaatkan sebagai lap untuk membersihkan debu.
Lembaran-lembaran buku tulis yang masih bersih dan tidak digunakan mencatat pelajaran tahun ajaran lalu bisa dikumpulkan, disusun menjadi satu buku. Manfaatkan mencetak dokumen menggunakan dua sisi kertas. Biasakan budaya "paperless" yaitu mengurangi penggunaan kertas secara umum.
3. Mengurangi jejak karbon
Kebakaran hutan tak hanya terjadi karena dibakar dengan sengaja karena pembukaan lahan oleh industri maupun pembalakan liar. Kebakaran hutan juga bisa terjadi karena suhu bumi yang terlalu tinggi sehingga mampu menyebabkan terbakarnya ilalang dan daun-daun kering di dalam hutan. Suhu bumi yang tinggi dipengaruhi oleh tingginya jejak karbon. Mengurangi jejak karbon dari rumah bisa dilakukan dengan langkah-langkah sederhana:
- Memisahkan sampah organik dan anorganik. Sampah anorganik bisa didaur ulang dengan disetor ke bank sampah
- Menghemat penggunaan listrik. Bahan baku utama untuk pembangkit tenaga listrik di Indonesia adalah sumber energi yang bisa meningkatkan jejak karbon. Bijak dan hemat menggunakan listrik bisa mengurangi jejak karbon.
- Mengonsumsi makanan yang ramah lingkungan, utamakan produk lokal sebab produk lokal tidak membutuhkan rantai distribusi panjang yang menyebabkan jejak karbon semakin besar.
4. Menanam pohonMeski belum mampu menanam pohon di lahan-lahan gundul atau di hutan-hutan yang meranggas, bukan berarti kita tak bisa melakukan langkah penting dalam menjaga kelestarian hutan.
|
Manfaatkan lahan untuk menanam pohon. Dokpri |
Menanam pohon di lahan tersisa di rumah kita, atau di pinggir jalan merupakan langkah nyata memperjuangkan kelestarian hutan. Satu pohon bisa sangat berarti bagi bumi, sebab satu pohon tersebut membantu menyerap Karbondioksida dan menghasilkan Oksigen bagi kelangsungan kehidupan di dunia sehingga membantu mengontrol suhu bumi agar tidak kian meninggi.
Solusi Mengurangi Kebakaran Hutan dan Lahan
Mengatasi kebakaran hutan dan lahan merupakan tanggung jawab semua pihak. Jika rumah tangga sebagai konsumen hasil hutan berupaya secara aktif untuk membatasi konsumsi dan memilih produk alternatif, diperlukan gerak cepat dan tanggapan pemerintah sebagai regulator dan pihak pemilik Hak Penguasaan Hutan (HPH) yang diberi wewenang mengelola hutan dengan berbagai persyaratan.
Beberapa langkah yang patut dipertimbangkan pemerintah dan pengusaha untuk menanggulangi kebakaran hutan dan menjaga kelestariannya adalah:
1. Mengoptimalkan Hutan Tanaman Industri dibandingkan HPH
Hutan tanaman industri (HTI) adalah hutan tanaman yang
dibangun untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan
menerapkan silvikultur intensif untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri
hasil hutan.
2. Memberikan sanksi kepada pelanggaran HPH sebagai efek jera.
Sanksi denda dan pencabutan HPH seharusnya diterapkan pada pengusaha yang bandel dalam mengeksplorasi hutan. Sayangnya catatan Greenpeace Indonesia pada tahun 2020 menyatakan: 8 dari 10 perusahaan kelapa sawit dengan area terbakar terbesar di konsesi mereka dari 2015 hingga 2019, belum menerima sanksi apapun meskipun kebakaran terjadi dalam beberapa tahun terakhir di dalam konsesi mereka.
3. Mengefektifkan langkah reboisasi dan strategi"jangka benah" dengan pengawasan ketat dan payung hukum yang tegas.
Reboisasi merupakan penghijauan hutan kembali dengan menanam hutan rusak dengan bibit pepohonan.
Strategi ini bertujuan untuk menambah keberagaman jenis tanaman dengan
manfaat lingkungan dan manfaat ekonomi yang tinggi pada kebun sawit yang berada
dalam kawasan hutan.
4. Mengeksplorasi bahan baku alternatif untuk menggantikan bahan yang berasal dari hutan.
Ketergantungan dunia terhadap sawit belum dapat dikurangi, namun bahan baku alternatif pengganti sawit harus terus dicari demi mengurangi deforestasi
5. Meninjau kembali regulasi yang mengatur permasalahan eksplorasi hutan. Catatan Greenpeace Indonesia pada tahun 2020 menyatakan Petinggi asosiasi GAPKI dan APHI menjadi anggota satgas RUU Cipta Kerja, ini dapat menimbulkan konflik kepentingan. Sebab ditemukan total 12 perusahaan yang merupakan anggota GAPKI atau APHI dengan area terbakar terbesar di kategori perkebunannya masing-masing.
Jika air diyakini sebagai sumber kehidupan, maka sumber tersimpannya air yaitu hutan sudah sepatutnya mendapat perlindungan. Sebab hutan tidak hanya menjadi wadah bagi sumber air, namun juga sumber Oksigen dan beraneka keragaman hayati yang sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia.
Pada 17 Agustus 2023 Republik Indonesia telah berusia 78 tahun. Sudah selayaknya di bulan kemerdekaan menjadi momen pengingat agar kita bersama-sama lebih serius dalam menunjukkan kepedulian menjaga kelestarian hutan. Janganlah menyia-nyiakan negeri nan elok yang diperjuangkan dengan darah dan nyawa para pejuang kemerdekaan. Apalagi tanggal 10 Agustus diperingat sebagai Hari Konservasi Alam Nasional. Sudah sepatutnya semangat mengisi kemerdekaan dengan menjaga kelestarian lingkungan melalui konservasi alam kian digalakkan untuk merawat kekayaan dan keanekaragaman hayati.
Terkait isu perubahan iklim dan pemanasan global, pemerintah Indonesia telah mencanangkan untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060. Harapan kita semua dengan semakin menurunnya jejak karbon maka suhu bumi kian terkendali dan tak lagi menjadi penyebab kebakaran hutan. Sebagai langkah mewujudkan net zero emission, pemerintah memasang target pengurangan emisi hingga 31,89% di tahun 2030. Demi mencapai target pemerintah Indonesia, demi kelestarian bumi dan kepentingan anak cucu kita, yuk mari #BersamaBergerakBerdaya menjaga hutan alam raya, dimulai dari lingkup terkecil yaitu keluarga.
Daftar pustaka:
1. Website Badan Pusat Statistik
2. Website menlhk.go.id
3. Website Greenpeace
4. Katadata
5. Situs Ribble-pack uk
6. Dataindonesia
7. BBC