“Selamat
Bu mas Radit ranking satu. Mas Radit ini anaknya cerdas sekali Bu”
kata wali kelas si bungsu saat saya mengambil raportnya kelas satu madrasah
dahulu. Alhamdulillah, prestasi ranking satu di kelas pun tetap
ia pertahankan selama tiga tahun berturut-turut..
Cerdas, biasanya identik
dengan nilai raport. Namun bagi saya kecerdasan tidak harus selalu mengacu pada
nilai-nilai akademis. Maka setiap menerima raport tanpa bermaksud
mengabaikan pujian sang guru, saya balik bertanya
“Bagaimana dengan perilaku Radit di sekolah Bu?” Jawaban ibu guru melegakan saya “Alhamdulillah, mas Radit aktif di kelas, rajin menyelesaikan
tugas dan sopan terhadap guru dan rekan-rekannya”
Jika Howard Gardner membagi
kecerdasan menjadi delapan poin, saya memilih menyederhanakannya menjadi tiga
poin saja. Menurut saya #AnakCerdasItu
setidaknya memiliki salah satu dari kecerdasan akademis, kecerdasan sosial - emosional
dan kecerdasan intelektual. Anak cerdas adalah anak yang mudah memahami segala sesuatu dan punya kemampuan menyelesaikan permasalahan.
1. Kecerdasan
Akademis
Kecerdasan akademis bisa diukur dari
nilai ujian, nilai raport, cepat tanggapnya siswa ketika diajukan pertanyaan dan menyelesaikan tugas sekolah. Perlu ditegaskan
bahwa nilai-nilai raport dan ujian tersebut murni hasil kerja kerasnya sendiri sebagai bagian dari proses pendidikan dan memahami pelajaran, bukan hasil mencontek dan kecurangan.
Bersama Wali kelas saat menerima piala dan hadiah kenaikan kelas |
2. Kecerdasan
sosial - emosional
Kecerdasan ini berkaitan dengan
kemampuan mengelola emosi. Termasuk mengendalikan amarah, menumbuhkan empati
dan simpati dan memahami kelebihan dan kekurangan diri. Anak yang cerdas secara
emosi mampu mengendalikan diri, mampu membedakan hal yang baik dan buruk, tidak
berlebihan dalam mengungkapkan ketidaksukaan maupun saat merayakan kemenangan.
Saya bersyukur, meski masih dalam tahap belajar mengontrol emosi, tetapi saat meluapkan kemarahan perilaku Radit masih dalam batas kewajaran. Radit juga menunjukkan kepedulian terhadap sesama dan memiliki rasa setia kawan. Ia tak
segan berbagi bekal di sekolah, membawakan makanan dan minuman untuk teman-teman bermain bolanya. Ia juga selalu berupaya menyisihkan uang
sakunya untuk berinfaq di kotak masjid sebelum sholat subuh.
Kami mengajarkannya berbagi sejak usia dini |
3. Kecerdasan
intelektual.
Kecerdasan intelektual berbeda dengan nilai
akademis. Sebab bisa jadi seseorang punya nilai akademis tinggi, tetapi di luar
sekolah atau ujian-ujian akademis ia kurang mampu memecahkan masalah.
Kecerdasan intelektual merupakan kombinasi dari kemampuan akademis sekaligus
kemampuan menyelesaikan permasalahan.
Alhamdulillah,
selama ini saya melihat Radit berpotensi mengembangkan kemampuan
dan kecerdasan intelektualnya. Ia cukup mandiri berkaitan dengan urusan pribadi
dan sekolah. Bahkan tetangga memuji kemandiriannya ketika ia terpaksa
dititipkan selama tiga hari di rumah beliau ketika ayahnya harus rawat inap di
rumah sakit.
Mencuci sepedanya sendiri yang berlepotan lumpur sepulang sekolah, tanpa menunggu instruksi |
Kecerdasan intelektual juga berkaitan dengan cara
berkomunikasi dengan sesama serta kesadaran akan hubungan dengan Tuhan. Sebagai
orang tua saya merasa punya kewajiban mengenalkan anak dasar-dasar beribadah.
Alhamdulillah di usia 8 tahun Radit sudah punya kesadaran berupaya menunaikan sholat lima waktu berjamaah di masjid tanpa diperintah. Ia juga mampu membaca Al
Quran dengan bacaan yang benar dan pernah ditugaskan bertilawah sebagai pembuka acara
halal bi halal di RT.
Memiliki anak cerdas adalah
dambaan setiap orang tua. Namun mewujudkannya tidak mudah. Dibutuhkan kesabaran
dan proses yang cukup panjang. Dalam perjuangan membentuk pribadi #AnakCerdasItu saya melakukan
langkah-langkah berikut:
1. Memberikan
tauladan, bukan sekadar perintah
Jika kecerdasan akademis membutuhkan
ketekunan belajar dan berlatih, kecerdasan intelektual membutuhkan tauladan,
bukan sekadar himbauan. Mengajak Radit berbuka bersama anak
yatim atau memotivasinya memasukkan uang ke kotak infaq lebih mengena daripada sekadar
berceramah “perbanyak sedekah” Saya dan suami mengajaknya berangkat bersama sholat berjamaah ke masjid daripada menyuruhnya
ke masjid tapi kami sendiri memilih sholat di rumah.
2. Mendukung
bakatnya
Radit senang sekali bermain bola.
Sebagai bentuk dukungan kami membelikannya sepatu futsal. Hobinya bermain bola
menggali kreativitasnya dan menumbuhkan kepedulian terhadap pentingnya kerja berkelompok sehingga ia pun terstimulasi untuk lebih cerdas secara sosial.
3. Tidak
membebani dengan target
Saya tak pernah membebani Radit dengan
target atau pencapaian prestasi. Namun memberikan penghargaan atas prestasi yang diraih. Metode serius tapi santai membuatnyalebih
rileks, tidak tegang saat menghadapi ujian meski tetap rajin belajar. “Belajar adalah untuk mendapatkan ilmu,
bukan sekadar mengejar nilai ujian” ini yang saya tekankan.
4. Memberikan
nutrisi dan multivitamin yang tepat
Nutrisi dan gizi yang tepat akan membuat
tubuh anak-anak kuat, sehat dan tumbuh kembangnya optimal. Terkadang saya merasa perlu memberikan multivitamin untuk membantu menjaga stamina sekaligus menunjang
kecerdasan otak. Kebetulan pernah coba Cerebrofort Gold.
Multivitamin ini mengandung AA, DHA, EPA, L-Glutamic Acid dan Folic Acid yang
penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Serta mengandung vitamin
A,C,D,B kompleks dan Biotin yang membantu memelihara kesehatan dan membantu metabolisme tubuh.
Tuhan Maha Kuasa atas segalanya. Kita
patut mengiringi segala ikhtiar untuk membentuk anak cerdas dengan doa
Memiliki
anak yang cerdas adalah dambaan orang tua, namun prosesnya tetap harus dinikmati dengan segala tantangan di setiap fase kehidupan kita.
Diperlukan ketekunan, tauladan, keikhlasan untuk menerima anak-anak apa
adanya dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Mungkin mereka kurang optimal
di satu bidang, tapi menunjukkan kecerdasan di bidang lain. Maka #DukungCerdasnya dengan segenap jiwa. Jika mereka merasa
didukung dan dihargai, secara psikologis anak-anak akan merasa bahagia, sehingga bakat dan potensinya tergali, kecerdasannya pun teroptimasi.
No comments:
Post a Comment