Orang bilang kekuatan cinta itu luar biasa, tanpa cinta hidup terasa hampa ?, benarkah ?. Jika diminta untuk mendefinisikan cinta jujur saja saya kesulitan menjabarkannya. Saya susah membedakan kasih sayang dan cinta. Jika cinta didefinisikan sebagai "Rasa hormat, turut bersedih atau terluka, bersedia berkorban apa saja demi seseorang", apakah hal tersebut memberikan dampak yang sama jika ditujukan bagi orangtua atau pasangan hidup kita ?. Akhir-akhir ini saya kurang membaca fiksi, waktu saya habis untuk menelaah sumber-sumber bacaan non fiksi sebagai penunjang pekerjaan saya sebagai penulis artikel freelance di sebuah agency naskah. A Miracle Of Touch karya mbak Riawani Elyta ini mungkin akan membantu saya untuk kembali merasakan romantisme, mengasah nurani agar lebih tajam dan memiliki kepedulian yang lebih karena seorang wanita tanpa nurani menjelma layaknya tajam belati.
Saya teringat kisah masa lalu, entah manifestasi cinta atau kasih sayang. Bukan kisah romantisme pria - wanita namun antara hewan piaraan dan majikan.
Mendiang Papa semasa hidup memelihara burung perkutut dan anjing. Sangkar burung itu diletakkan di depan kamar mandi dan setiap Papa melewatinya, sang burung selalu berkicau merdu. Sementara Nero, anjing kesayangan kami tak pernah absen menemani Papa berjalan-jalan di pagi hari. Papa lebih rajin berolahraga semenjak menderita serangan stroke pertama kali. Meski si anjing tinggal di halaman dan tak pernah menjilati para majikannya (seolah mengerti jika kami pasti kerepotan membersihkan diri jika terkena ludahnya) Nero selalu mengikuti kemanapun Papa keluar rumah baik itu berangkat bekerja, atau sekedar bertandang ke rumah tetangga, Nero bertindak layaknya bodyguard, mengiringi langkah-langkah Papa dengan ekor yang bergoyang-goyang dan pandangan mata yang bercahaya.
Ketika Papa meninggal dunia, Februari 1993, Nero seolah turut kehilangan. Matanya tampak suram, sayu, nafsu makannya hilang padahal tak menderita sakit apapun. Begitupun dengan burung Perkutut piaraan Papa, tak pernah kami dengar lagi kicauannya. Sekitar empat puluh hari setelah Papa pergi, kami menemukan Nero berbaring di depan rumah, tanpa nyawa. Ia kami kuburkan di halaman, tempat ia biasa berbaring-baring menanti Papa keluar rumah. Tak lama setelah kematian Nero, burung Perkutut yang dulu dipelihara Papa karena ia hinggap di pagar turut menyusul ke alam baka. Mengapa hewan-hewan piaraan itu harus turut pergi menghadap Illahi, padahal kami tak lalai merawat mereka namun mungkin sentuhan hati tak mereka rasakan lagi.
Inikah keajaiban cinta, hidup pun sirna ketika cinta tiada atau semua itu terjadi karena takdir telah berkata dan saatnya pun kebetulan belaka ?, hanya Yang Kuasa mampu menjawabnya.
Saya tak memiliki foto Nero dan Burung Perkutut itu, namun foto keluarga kenangan ini akan menemaniku, memutar waktu akan kebahagiaan masa lalu
#Catatan Masa Lalu, memeriahkan Give Away A Miracle Of Touch
hiks..jadi inget mendian Bapakku juga mak
ReplyDeletedoa kita menyertai beliau mbak Tanti....
Delete