catatan seorang ibu, wanita, hamba sahaya yang ingin berbagi pikiran dengan dunia

“Ujian untuk Belajar, bukan Belajar untuk Ujian”

 

Meraih nilai akademik di atas rata-rata kelas biasanya menjadi tujuan para siswa sekolah. Sehingga yang dikejar adalah nilai akademis belaka, terkadang dengan menghalalkan berbagai cara. Yaa saya dulu waktu SMP pernah coba-coba nyontek dan ketahuan alamaak, udah malu aja. Namun berbeda halnya dengan di Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) Di Pondok Gontor dikenal slogan: “Ujian untuk Belajar, bukan Belajar untuk Ujian”

Ungkapan bahwa “Ujian untuk Belajar, bukan Belajar untuk Ujian” bukan berarti santri Pondok Gontor bersantai-santai menjelang ujian. Justru mereka juga mengingat petuah para ustadz “barang siapa belajar hingga berdarah-darah di bulan Sya’ban akan mereguk bahagia di bulan Ramadan” Bulan Sya’ban adalah ujian akhir kenaikan kelas, dan libur sekolah beserta pengumuman kenaikan kelas diselenggarakan di bulan Ramadan. “Ujian untuk belajar, bukan belajar untuk ujian” mengandung pesan bahwa dalam ujian itulah sebenarnya para santri belajar mengukur kemampuannya sendiri. Dan hendaknya materi yang dipelajari tidak hanya bermanfaat ketika menjawab soal ujian, tetapi bermanfaat sepanjang kehidupan.

Berkaitan dengan nilai rapor dan pertimbangan kenaikan kelas, sistem kurikulum Kulliyatul Mu'allimin Al-Islamiyah (KMI) yang diterapkan di Pondok Gontor tidak hanya mempertimbangkan nilai rapor, tetapi juga nilai adab santri. Nilai adab ini termasuk penilaian terhadap kesungguhan santri ketika belajar, baik di ruang kelas maupun dalam kehidupan berasrama. Maka dalam aktivitas sehari-hari para santri berupaya untuk selalu taat peraturan, termasuk peraturan saat ujian.

Melakukan kecurangan saat ujian di Pondok Gontor bisa fatal akibatnya. Santri bisa dikenai sanksi akademis, mulai dari skorsing, dimutasi ke cabang lain atau bahkan dikembalikan kepada orang tua dan tak akan pernah kembali ke pondok lagi. Gagal dalam menempuh ujian adalah hal yang sangat  tak diinginkan. Maklum, jika dirasa si santri kurang secara penilaian akademik maupun adab kemungkinan besar ia tidak akan naik kelas dan harus mengulang di tingkat yang sama.

Penilaian kenaikan kelas Pondok Gontor sangat ketat. Bisa saja santri tidak naik kelas lebih dari dua kali sepanjang ia mengenyam pendidikan. Tak ada pilihan lain bagi santri kecuali bersiap sebaik mungkin menempuh ujian. Menjelang ujian pondok mengondisikan santri untuk “belajar malam” yaitu kewajiban belajar di luar kamar asrama. Usai sholat Isya berjamaah dan makan malam, santri dipersilahkan belajar di masjid, di bawah pohon, di lapangan basket, di mana saja demi mencari tempat yang nyaman. Terkadang belajar malam dibimbing oleh wali kelas, bersama-sama belajar di ruang kelas sehingga santri punya kesempatan untuk bertanya materi yang belum benar-benar dipahami. Keleluasaan belajar bersama wali kelas tak bertahan lama. Sebab usai ujian lisan, sekitar tiga hari menjelang ujian tulis serentak diselenggarakan para santri tak diperbolehkan lagi menemui para ustadz.

Sebagai langkah menginspirasi santri agar belajar lebih giat di musim ujian, seluruh area pondok dihiasi papan, banner, spanduk berisi tulisan motivasi. Mengingatkan pentingnya belajar, menuntut ilmu demi masa depan. Tak ketinggalan kafe-kafe mini dadakan yang dikelola para ustadz dibantu santri kelas enam menyajikan makanan dan minuman lezat yang tak biasa dinikmati. Hal-hal unik yang hanya bisa dinikmati selama musim ujian ini bertujuan menambah semangat belajar para santri.

Para santri Pondok Gontor terbiasa memacu diri belajar hingga dini hari. Tidur sekitar dua atau tiga jam kemudian bangun sebelum subuh untuk menunaikan sholat malam. Kemudian beraktivitas seperti biasa, ada yang melanjutkan belajar, membaca dan menghafal di depan antrian kamar mandi. Tak jarang antri di dapur untuk sarapan pun sambil membaca buku.

Jadwal ujian lisan bisa jadi berbeda meski duduk di kelas yang sama. Sambil menanti giliran diuji oleh empat orang penguji, para santri biasa belajar lagi di depan ruang ujian. Ujian tulis dilaksanakan secara serentak selama dua pekan usai  seluruh ujian lisan diselesaikan.  Para santri harus berada di dalam ruang ujian tulis sebelum jam 7 pagi. Seperti saat kegiatan sekolah, menuju ruang ujian pun para santri juga berlari-lari. Tempat duduk ruang ujian tulis diatur sedemikian rupa sehingga dalam satu bangku yang sama ditempati santri dari tingkat kelas KMI yang berbeda. Tujuannya demi meminimalisir kecurangan yang mungkin terjadi. Meja diputar menghadap ke depan sehingga tak ada yang bisa disembunyikan di dalam laci.

Bagi santri Gontor saat-saat ujian adalah saat paling mendebarkan. Masa depan bagai dipertaruhkan, namun satu hal yang senantiasa mereka upayakan: menempuh ujian dengan menomorsatukan kejujuran. Bagai kata pepatah “sekali lancung ke ujian seumur hidup orang tak kan percaya.”

 


Share:

1 comment:

  1. Nah iya, bener banget ini ujian untuk belajar bukan belajar untuk ujian. Pas banget untuk anak sekolah yang bentar lagi akan UAS.

    ReplyDelete

BloggerHub

Warung Blogger

KSB

komunitas sahabat blogger

Kumpulan Emak-emak Blogger

Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Powered by Blogger.

About Me

My photo
Ibu dua putra. Penulis lepas/ freelance writer (job review dan artikel/ konten website). Menerima tawaran job review produk/jasa dan menulis konten. Bisa dihubungi di dwi.aprily@gmail.com atau dwi.aprily@yahoo.co.id Twitter @dwiaprily FB : Dwi Aprilytanti Handayani IG: @dwi.aprily

Total Pageviews

Antologi Ramadhan 2015

Best Reviewer "Mommylicious_ID"

Blog Archive

Labels

Translate

Popular Posts

Ning Blogger Surabaya

Ning Blogger Surabaya

Labels

Labels

Blog Archive

Recent Posts

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.