catatan seorang ibu, wanita, hamba sahaya yang ingin berbagi pikiran dengan dunia

PPKM, Sebuah Cermin

 

Matahari belum terlalu tinggi. Hasan tampak duduk termenung di depan kamar kostnya ditemani secangkir teh pengganti kopi. Pisang goreng crispy buatannya sendiri tampak menari-nari. Entah backsound apa yang dipilih untuk mengiringinya menari, apakah Unstoppable-nya Sia atau Know Me Too Well nya Danna Paola. Ahmad sahabatnya keluar dari pintu kamar mandi yang terletak tak jauh dari petak-petak kamar kost yang mereka tinggali. Secangkir teh panas seolah menatap Hasan dengan pandangan memelas. Teringat meme di media sosial "jangan salahkan aku jika dingin padamu, aku pernah hangat tapi kau acuhkan"


Ahmad dan Hasan adalah anak-anak muda yang hidup di perantauan. Selepas SMA, mereka berdua memilih merantau di kota untuk mengadu nasib. Kota yang katanya tak sekejam ibu tiri, padahal tak semua ibu tiri sekejam ibunya Bawang Putih. Coba tanya Anang tentang Ashanty. Pasti dia jawab “aku sih yes”

Penghasilan Ahmad dan Hasan sebagai pedagang makanan di warung kaki lima cukup lumayan. Mereka mampu menyisihkan uang untuk orang tua di desa dan menyimpan sebagian untuk keperluan masa depan mereka sendiri. Bagaimanapun Ahmad dan Hasan menyimpan harapan bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Sayangnya pandemi berdampak pada keberlangsungan warung makan mereka. Pembatasan jam operasional karena PPKM berimbas pada penurunan omzet yang cukup drastis.

“San, kok melamun sambil menatap semut merah. Jangan-jangan sebentar lagi kamu menyanyi: malu aku malu pada semut merah yang menatapku curiga” Ahmad menggoda Hasan yang tampak resah

“Huuh kamu ini, aku habis terima video call dari ibu. Dia menangis karena melihatku katanya kok kurus. Nggak gemuk-gemuk sedari dulu” Hasan mendengus “jangan-jangan ibu punya firasat bahwa aku sedang kebingungan karena penghasilan makin tak menentu. Semua ini karena PPKM yang berjilid-jilid mirip novel Harry Potter dengan judul berbeda sesuai tema. PPKM The Sorcerer Stone, PPKM The Chamber of Secrets, PPKM The Prisoner of Azkaban, PPKM The Goblet of Fire dan entah sampai berapa episode ngalah-ngalahin sinetron Ikatan Cinta” sungut Hasan "Belum lagi levelnya naik turun macam Boncabe"

“Sudah-sudah, kamu ngedumel juga nggak akan merubah keadaan. Oooh tentang Ibu, harusnya kamu hibur beliau, nggak apa-apa Bu. Wajar kalau pedagang kaki lima kurus kayak saya. Ada lo yang sejak muda sampai menjabat walikota bahkan pemimpin tertinggi di suatu negara juga tetap kurus toh baik-baik saja” sahut Ahmad

Hasan menyeringai dengan wajah masam. “Kamu itu ya, diajak ngomong serius nggak bisa. Diajak ngomong becanda makin ngegas ngawurnya. Macam nyerahin urusan cari ikan di laut ke mandor tebu kayak Pak Lumhut”

Trus gimana. Aku harus turut susah dan menyesali nasib kita berdua? Ayolah bangkit. Buktikan kalau PPKM ini artinya Pemuda-pemuda Kebanggaan Masyarakat” seru Ahmad sambil mengepalkan tangan

“Siapa yang kamu maksud sebagai pemuda kebanggaan masyarakat? Kita?” tanya Hasan kebingungan. “Ya iyalah, masa’ Harun Masiku? Dia mah udah bukan pemuda, buronan masyarakat pula” tegas Ahmad

“Bagaimana kita bisa menjadi kebanggaan masyarakat sedangkan nasib kita sendiri makin tak menentu” tukas Hasan

 Gini Bro…warung kita memang sepi. Tapi kan kita bisa jualan online. Masih untunglah hape murahan kita dan nggak ada aplikasi filter wajah ini bisa buat internetan. Koneksi internet biar murah bisalah kita sering-sering nongkrong numpang wifi kantor kelurahan biarpun lagi nggak bikin KTP yang entah jadinya kapan

Nah trus, masyarakat bisa bangga sama kita dimananya?” tukas Hasan. “Lho, kita udah bekerja keras dan nggak jadi pengangguran aja sudah bikin bangga kan? Lagipula kalau nantinya jualan online laku keras kita bisa bantu abang-abang ojek online dapat orderan” sahut Ahmad tak mau kalah

“Ah kamu selalu bisa diandalkan. Isi otakmu selalu terang. Curiga nih, jangan-jangan kamu nggak makan nasi, tapi makan sabun yang bikin cemerlang atau ngemil lampu LED yang cahanya benderang” wajah Hasan mulai cerah

“Nah yuk kita mulai cari tahu cara daftar jadi mitra online dan mengoptimalkan jejaring media sosial kita. Jadi punya hape nggak cuma buat siram tanaman di kebun maya atau digoyang-goyang untuk keluar koinnya, emangnya jin lampu Aladin?” gurau Ahmad disambut tawa renyah Hasan.

Beberapa hari kemudian tampak abang-abang gojek hilir mudik antri di gerobak Ahmad dan Hasan di depan kostan. Menu andalan mereka: “Tahu Isi Bukan Tahu-tahu Pergi” dan “Nugget Pisang Siap "2024" + 7976” (mewakili simbol harganya yang sepuluh ribuan) viral di media sosial dan diminati banyak pelanggan.

PS: Cermin ; cerita mini ini pernah saya kirim untuk lomba cerpen di sebuah ormas perempuan, lomba cerpen jenaka bertema bangkit di tengah pandemi, tapi nggak menang haha..jadilah saya copas di blog dengan beberapa editan.

Share:

No comments:

Post a Comment

BloggerHub

Warung Blogger

KSB

komunitas sahabat blogger

Kumpulan Emak-emak Blogger

Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Powered by Blogger.

About Me

My photo
Ibu dua putra. Penulis lepas/ freelance writer (job review dan artikel/ konten website). Menerima tawaran job review produk/jasa dan menulis konten. Bisa dihubungi di dwi.aprily@gmail.com atau dwi.aprily@yahoo.co.id Twitter @dwiaprily FB : Dwi Aprilytanti Handayani IG: @dwi.aprily

Total Pageviews

Antologi Ramadhan 2015

Best Reviewer "Mommylicious_ID"

Blog Archive

Labels

Translate

Popular Posts

Ning Blogger Surabaya

Ning Blogger Surabaya

Labels

Labels

Blog Archive

Recent Posts

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.