![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiAu3Ow1d1QDcJ0wTpWnFRpvSV2YIxJKISBw8ciHhqWH_2MXPB8CwvNKZwuoG4J6XQQrg8BooYpaK97WQY4wjVSLx7dmMDkCNgiHvl1JXFIHNsnA9kEYpEH7noPToccizsADFdj1lYyd3Hz/s600/Asus+Zenfone+Laser+giveaway.png)
Ponsel berkamera sederhana
sejuta cerita, itulah ponsel kesayangan saya yang notabene adalah warisan
suami. Sebuah ponsel jadul dengan isolasi untuk menahan keypadnya yang telah
aus. Suwer saya suka banget ponsel jadul dengan keypad pencet jempol. Untuk
mengirim sms lebih mudah daripada smartphone jaman sekarang. Handphone jadul
saya sudah nggak diproduksi lagi, yang jual second aja mungkin sudah jarang
entah kenapa saya masih sayang.
“Asal bisa nelpon dan sms”
itu salah satu alasan saya nggak mudah gonta ganti handphone. Tapi buat saya
handphone nggak sekedar nelpon dan sms. Sebagai pecinta fotografi dan suka
mengikuti berbagai lomba menulis dan kuis saya membutuhkan ponsel berkamera
untuk mengabadikan momen-momen di sekitar. Momen suka duka, peristiwa bahagia
penuh gelak tawa hingga saat-saat haru berurai air mata. Momen-momen yang bisa terekam dengan sekali pencet meski untuk menguploadnya di media sosial untuk keperluan lomba blog atau kuis yang membutuhkan foto masih memerlukan kabel data.
Sebuah rekaman kamera
mewakili ingatan kita tentang masa lalu. Pedih pilu atau bahagia tiada terkira
ada hikmah tersembunyi di baliknya. Kamera berponsel saya mungkin sederhana
tetapi menyimpan ribuan cerita. Kisah tentang masa kecil anak-anak saya, ketika
si bungsu baru lahir tujuh tahun lalu. Kadang senyum-senyum sendiri melihat
foto-foto jadul mereka yang tersimpan rapi dalam memori. Momen saat si bayi
tertawa atau tidur bersama sang kakak sambil berpegangan tangan erat. Hikmahnya
saya bisa menunjukkan kepada duo bersaudara Rafi dan Raditya untuk tetap kompak, bahu membahu satu sama lain, tetap saling menyemangati dalam suka maupun duka.
Ada juga kisah tentang semangat yang membara. Hikmah dari sebuah kenangan foto rumah kami
yang pertama. Rumah yang kami tinggali selama delapan tahun ini menyimpan
berbagai kenangan, termasuk ari-ari Raditya yang tertanam di halaman depan.
Rumah type 21 dengan lebih tanah ini kami bangun dengan harta, “darah” dan air
mata. Tabungan semenjak belum menikah terkuras untuk membangun rumah sederhana
ini. Sayangnya lingkungan sekitar memaksa kami untuk berhijrah. Rumah kenangan
ini selalu kebanjiran setiap musim hujan dan air laut pasang. Banjirnya pun tak
mudah surut. Bisa berhari-hari hingga seminggu kemudian baru surut kembali. Saat
banjir terbesar melanda, segala hewan air seperti ular, kepiting bahkan ikan piaraan tambak tetangga desa masuk di dalam rumah yang tergenang air dan hanya menyisakan kamar mandi
sebagai satu-satunya tempat dengan lantai tak terendam banjir. Rumah ini juga
jauh dari masjid sehingga kurang mendukung rencana kami mengajarkan pondasi agama lebih
kuat bagi sang buah hati. Memandang kembali foto rumah ini di handphone
jadul saya mengingatkan kembali betapa besar karunia Allah yang memperkenankan
kami untuk berhijrah, memberi kami kemampuan untuk membeli rumah di lokasi yang
berbeda. Lebih nyaman dihuni dan beberapa langkah saja dari masjid, rumah tempat bernaung kami sejak enam tahun lalu.
Ponsel jadul ini merekam
juga peristiwa saat saya menoreh prestasi di bidang kepenulisan. Sebuah kenangan
indah ketika dinobatkan sebagai juara II kategori netizen lomba menulis deskripsi di
bidang kelalulintasan yang diselenggarakan oleh Satlantas Polres Sidoarjo. Hadiahnya lumayan, lembaran rupiah untuk membayar satu kali cicilan rumah baru hehehe. Sekaligus merajut tali silaturahim karena saya menjalin pertemanan dengan siswi SMA sebagai juara I yang kini telah berkeluarga dan baru melahirkan anak pertama.
Namun ponsel berkamera ini
juga merekam duka. Ketika suami saya menderita patah tulang akibat jatuh dari
atap rumah dan harus dioperasi dengan dana talangan (yang tak kunjung lunas
hingga sekarang). Sebuah momen yang mengingatkan saya kembali bahwa manusia
hidup untuk diuji. Ujian bisa berupa kebahagiaan atau duka lara seperti yang
saat itu kami alami. Sebuah teguran agar saya lebih menghormati suami,
menghargai dan mencintai tanpa melampaui kecintaan saya kepada Illahi
Ponsel jadul ini juga merekam senyum pertama Mama sejak kepergian adik bungsu saya menghadap Illahi tahun 2012 lalu. Senyum Mama di atas kereta, yang menjadi ide blogpost saya di sini
Berjuta peristiwa datang dan
pergi. Membuka kembali foto-foto lama sama halnya dengan membuka memori yang
tersimpan rapi. Ponsel kenangan ini sejatinya sudah saatnya dipensiunkan. Ia
pernah tiba-tiba menderita kerusakan pada LCD. Nah saat itu tukang reparasinya
masih bisa menemukan LCD bekas yang bisa ditambal sulam. Bagaimana kalau kelak
tak ada spare part pengganti? Jauh di lubuk hati sebenarnya saya ingin
mereformasi ponsel ini dengan ASUS Zenfone 2 Laser ZE550KL Berbagai keistimewaannya membuat saya jatuh cinta.
Mulai dari harganya
yang tak terlalu mahal dan masuk akal, spesifikasinya yang penuh keistimewaan
dan yang terpenting menunjang kebutuhan saya dalam bekerja sebagai pecinta kuis,
penulis lepas dan blogger. Saya bahkan sempat berkompetisi mengulas produknya
di sini. Sayangnya saat itu belum rezeki. Mungkin suatu saat nanti tiba
waktunya Ponsel yang saya dambakan bisa saya miliki dan setia berada dalam
genggaman.
'Giveaway Aku dan Kamera Ponsel by uniekkaswarganti.com'
kamera ponsel emang sangat berguna buat abadiin momen, bcause ada momen yang gak bakal bisa di ulang dan psti beda momennya klu smpat trulang lgi. After all, ceritanya bgus mbak, tulisannya enak di baca. keep spirit :) salam kenal
ReplyDeletekamera ponsel memang simple untuk dibawa kemana2 dan merekam momen indah2 kita y mbak ^_^
ReplyDeletebetul mba, foto bisa merekam segala momen yg kita miliki baik suka maupun duka, dan pengunaan kamera ponsellah yang lebih praktis
ReplyDeleteJangan remehkan kamera jadul. Karena kenangannya sungguh bernyawa :D
ReplyDeleteTerima kasih sudah ikutan GA Aku dan #KameraPonsel. Good luck.
ReplyDeletebetul itu mbak
ReplyDelete