Influencer? Apaan tuh? Sesuai kata dasarnya:
influence yaitu pengaruh, mempengaruhi. Influencer artinya seseorang yang
berpengaruh atau mempengaruhi. Seperti kita ketahui dunia maya kini berfungsi
ganda, tidak hanya untuk menemukan berita
tetapi juga untuk mempromosikan produk dan jasa. Dan aktivitas ini membuka
kesempatan (kerja) sebagai influencer.
Biasanya influencer ini “bekerja” di berbagai
kanal media sosial. Bisa instagram, facebook, twitter bahkan juga blog. Fee yang
ditawarkan beragam, biasanya tergantung dari nilai plus dari kriteria tertentu
(follower, Engagement Rate Instagram, keunggulan blog dan lain-lain)
Enak ya, posting lalu dapat duit. Ngga semudah
itu kaleee. Mikir caption, mikir gimana agar tugas bisa terselesaikan dengan
baik, mikir optimasi, mikir gimana agar baik klien maupun lingkungan pertemanan
yang terima info sama-sama mendapat kebaikan dari pekerjaan yang kita lakukan.
Dan belum lagi kegalauan yang harus dihadapi
si influencer. Galau? Ya tentu ada beberapa hal yang bisa membuat seseorang
dilanda risau pas melihat “lowongan kerja” sebagai infleuncer, contohnya:
1.
Belum pernah menggunakan jasa /produknya
Salah
satu tugas influencer adalah mempengaruhi orang yang ada di lingkaran
pertemanan untuk menggunakan jasa dan produk tertentu. Tawaran feenya OK, tapi
belum pernah gunakan jasa atau produknya gimana nih?
Ada
yang berpendapat: ah kan captionnya bisa mengarang bebas. Tancap gass. Ada yang
berupaya menggunakan produk dan jasanya dulu baru bisa menulis caption dengan
tenang. Mau berpendapat yang mana aja silahkan. Yang penting tugas influencer
adalah memberikan informasi sesuai fakta. Ngga perlu hiperbola, apalagi kalau
belum pernah nyoba produk/jasanya. Pelajari tentang apa yang ingin
dipromosikan, temukan keunggulannya sebagai bahan untuk menginformasikan ke
khalayak luas.
2.
Tawaran datang bareng dari dua produk/jasa
yang serupa
Baru
deal dengan si A, eh kok tiba-tiba datang tawaran serupa dari si B. Produknya
serupa, pangsa pasarnya begitu juga. Ambil nggak nih? Hmm tergantung sregnya di
hati dan dealnya bagaimana, ada klien yang bener-bener nggak mau “diduakan”
tapi ada yang nggak keberatan. “Duh,
kalau kode etiknya sih nggak dah diambil bersamaan” ada yang berpendapat
demikian. Tapi semua tergantung ke pribadi dan kondisi. Lah kalau dalam
kenyataannya benar-benar sebagai konsumen dari produk A dan B gimana, sah-sah
aja kan?
3.
Tidak sesuai dengan selera
Udah
nyobain produk dan jasa sebelum menjalani campaigne, tapi kok nggak sesuai
selera ya. Hmmm selera kita kan nggak selalu sama dengan selera orang lain. Sebagai
influencer tugas kita adalah menginformasikan tentang sesuatu produk atau jasa,
yang mungkin dibutuhkan orang lain baik itu dipakai sendiri maupun untuk
keluarga. Jadi pendapat pribadi mengenai produk boleh dikesampingkan. Sesuatu pasti
ada kelebihan dan kekurangannya, yang nggak sesuai dengan selera kita nggak
berarti orang lain punya pandangan yang sama ‘kan?
4.
Cocok tapi kepentok
Produk
dan jasa yang lagi butuh influencer pas klik dengan kita sebagai konsumen
setianya. Tapiii kepentook persyaratan, kurang follower, usia nggak sesuai
persyaratan, dan lain-lain dah, trus gimana? Ya udah berarti belum rezeki, atau
coba aja apply, kalau memang rezeki meski ada data yang nggak sesuai pasti
nyambung juga tawarannya.
5.
Bertentangan dengan nurani
Nah
ini yang bahaya. Kebayang nggak harus jadi influencer sesuatu yang bertentangan
dengan nurani? Misalnya, muslim ditawarin jadi influencer minuman beralkohol. Duh
ya, kalau saya mending nggak deh meski tawaran feenya menggiurkan. Sambil berdoa
semoga Allah membukakan pintu rezeki dari arah lain yang tak diduga, yang lebih
berkah dan membawa keselamatan di dunia dan akhirat.
Dan
lima poin itu sekadar pemikiran saya, berdasarkan pengamatan dan pengalaman. Tentang
pilihan penyelesaiannya tentu tergantung pada masing-masing pribadi. Yang penting
tetap semangat dan bekerja, menebarkan kebaikan di muka bumi.
No comments:
Post a Comment