"remaja
sekarang kemauannya aneh-aneh, dandanannya norak. Kids zaman now super
rebellion ..susah banget patuh sama ortu"
Berbagai cercaan dan stempel miring menimpa anak-anak zaman sekarang. Namun jarang yang ingin menelisik lebih dalam Mengapa mereka memilih memberontak, melakukan penyangkalan, mengibarkan
bendera perang pada segala macam peraturan? Salah satu yang tertarik untuk menggali lebih dalam penyebab dari kenakalan-kenakalan remaja adalah Upi, pegiat sinema Indonesia. Fenomena remaja millenial ini kemudian menjadi inspirasi lahirnya Film My Generation.
My Generation Film adalah
film bergenre remaja yang memotret sisi kelam remaja zaman sekarang. Sebagian
yang mengintip trailernya bisa saja buru-buru menilai bahwa film ini hanya sekedar film
dunia hura-hura dan menampilkan kerusakan serta kenakalan remaja. ..lagi-lagi labelling dan judging sedang kita lemparkan. Padahal tak ada
salahnya mempelajari behind the scene
dan curhatan Upi sendiri sebagai sutradara. Seperti apa sih trailer yang mengundang pro dan kontra itu? ini dia trailer My Generation:
Dalam sebuah kesempatan Upi
mengaku resah dengan tingkat kenakalan remaja saat ini. Remaja sekarang memang
dihadapkan pada berbagai problema yang tak mudah diatasi. Narkoba, tawuran,
pornografi, bullying dan yang tak kalah mengerikan adalah perkelahian jalanan
ala gladiator. Demi mendapatkan ruh film yang benar-benar memahami dunia remaja masa kini Upi melakukan riset social media listening selama dua tahun. Sedangkan pengerjaan filmnya membutuhkan waktu satu tahun penuh. Tak tanggung-tanggung Upi menyertakan percakapan, bahasa dan tren yang ditemuinya dalam chit-chat di media sosial remaja millenials ke dalam beberapa dialog My Generation.
Fenomena ini mengingatkan saya pada kenyataan pahit yang beberapa waktu lalu ditemui pakar ilmu parenting Elly Risman. Beliau sempat menceritakan betapa
mirisnya ketika ia berada dalam satu program konseling setelah dimintai tolong
seorang kepala sekolah. Salah seorang Kepala Sekolah Menengah Umum di suatu
kota menghubungi ibu Elly untuk "meluruskan kembali" satu geng anak sekolahan di
sekolah yang dipimpinnya. Sekolah ini bukan sekolah abal-abal namun sekolah
favorit dan saringan menjadi siswanya melalui test cukup ketat. Sang kepala sekolah
sempat menghubungi bu Elly dan meminta bantuan beliau untuk mengarahkan
anak-anak yang ditengarai terlibat dalam perkelahian ala gladiator agar kembali
ke jalan yang benar.
Bu Elly berbicara dari hati
ke hati dan menempatkan diri sebagai nenek di antara ABG-ABG ini. Fakta yang
mengejutkan muncul ketika akhirnya ditemukan bahwa pemimpin dari kelompok
anak-anak ini adalah sosok yang paling pendiam dan paling mampu menjawab
pertanyaan-pertanyaan bu Elly dengan penuturan yang santun dan cerdas. Ketika
ditanya mengapa ia tertarik menjadi ketua “event organizer gladiator” si ABG
menjawab “aku capek Nek, ingin mendapatkan pengalaman baru. Aku lelah sejak duduk di bangku SD
hidupku selalu dipenuhi jadwal ketat untuk les ini itu..”
Saya yang membaca penuturan
Bu Elly tercengang dengan jawaban si ABG. Mencelos hati ini dan merasa sedih sekali.
Ternyata anak-anak yang tampak cerdas, pendiam, santun, sopan pun memendam
masalah besar. Secara psikologis si ketua geng tersebut tertekan oleh beban
untuk meraih prestasi terbaik, tertekan oleh kewajiban menguasai semua mata
pelajaran.
OMG! seringkali orang tua
tidak menyadari bahwa ada keterpaksaan dalam diri si anak yang harus mematuhi ego mereka agar sang anak jago di segala bidang, memahami
setiap mata pelajaran. Akibatnya waktu si anak habis untuk les dan kursus. Tanpa disadari ternyata hal ini menjadi salah satu penyebab anak-anak merasa tertekan. Sebenarnya
tak ada yang salah dengan keinginan ortu untuk memfasilitasi anak-anak dengan
les dan kursus. Yang kurang tepat adalah di balik segala les tersebut terdapat niat agar si anak meraih prestasi tertinggi. Diperparah lagi jika les dan kursus terlalu menyita waktu sehingga
sang anak seolah merasa sedang berada di dalam penjara tanpa pernah memiliki kesempatan mengembangkan bakat dan minatnya.

![]() |
What Orly said is true, isn't it? |
![]() |
Do you agree with Suki? I do |
My Generation bercerita
tentang kehidupan empat sahabat: Zeke, Konji, Suki dan Orly. Mereka mendapat
hukuman akibat “kesalahan fatal” mengunggah video yang mengkritik orang tua dan
guru. Celakanya video yang diunggah di media sosial tersebut menjadi viral dan menyebabkan pihak-pihak terkait marah besar. Zeke, Konji, Suki dan Orly pun
mendapat hukuman tidak diperbolehkan untuk menikmati liburan. Namun justru
karena batal berlibur mereka menemui hal-hal seru dalam hidup yang menjadi tema
sentral My Generation.
Film yang akan ditayangkan
di bioskop-bioskop di Indonesia pada 9 November 2017 ini menanamkan karakter
yang kuat pada masing-masing tokoh utamanya, lengkap dengan permasalahan yang
dihadapi remaja di masa pubertas.
Konji, pemuda naif yang tertekan batin karena
didikan orang tua yang konservatif dan kolot, parahnya Konji kemudian mengalami
peristiwa yang membuatnya mempertanyakan moralitas sang ortu.
Zeke, sosok yang
sangat setia kawan namun memendam kepedihan, ia merasa sebagai anak yang tidak
diinginkan orang tuanya sejak kecelakaan yang menimpa sang adik. Zeke si rebellion selalu berupaya menghibur teman yang dirundung duka namun ia tak ingin teman-temannya mengetahui permasalahan dan kesedihan yang mengurungnya.
Suki,
digambarkan sebagai sosok paling cool di antara keempat tokoh utama, tragisnya
ia mengalami krisis percaya diri yang sangat serius hingga dalam suatu scene
diceritakan ia terpaksa “ngobat” sebagai
pelarian.
![]() |
Orly |
Orly, digambarkan sebagai gadis remaja yang sangat berbakat di bidang
matematika dan sains, sayangnya hubungannya dengan sang ibu yang notabene
single parent kurang harmonis apalagi ketika si ibu menjalin hubungan asmara
dengan brondong yang dianggap Orly sebagai suatu hal yang tak pantas.
Membaca sepenggal
sinopsisnya, menikmati quote-quotenya membuat saya penasaran: masalah sepedih
apa yang harus dihadapi Suki sehingga gadis cool ini menjadi depresi dan
memilih “obat terlarang” sebagai pelarian? Benarkah Zeke diperlakukan tidak
adil oleh sang ortu atau hanya miskomunikasi sehingga masing-masing pihak
merasa terbelenggu? Peristiwa apa yang disaksikan Zeke sehingga ia menganggap
orang tuanya tidak bermoral, bertolak belakang dengan doktrin yang mereka
ajarkan? Kira-kira dengan penolakan Orly apakah sang ibu akan memutuskan
hubungan dengan si brondong dan berusaha memperbaiki bonding ibu-anak yang sempat
renggang?
Penasaran banget kan?
Apalagi film ini menggabungkan artis-artis kawakan seperti Tio Pakusadewo,
Surya Sahputra, Indah Kalalo, Karina Suwandhi dan Joko Anwar (yang biasanya berkarya di dunia sinema sebagai sutradara) dengan bintang-bintang baru sebagai tokoh utamanya:
Bryan Langelo - sebagai Zeke
Lutesha - sebagai Suki
Alexandra Kosasie - sebagai Orly
Arya Vasco - sebagai Konji
![]() |
Para Aktor dan Sutradara My Generation saat Pers Conference 10 Oktober 2017 |
![]() |
Para aktor dan kru berbagi pengalaman saat syuting My Generation |
Meski tergolong film bergenre remaja ada baiknya Film My Generation disaksikan remaja bersama orang tua.
Harapannya agar si ABG tidak salah persepsi mengenai film ini. Adegan-adegan
clubbing, mengotori mobil dengan graffity, “ngobat”, pergaulan cowok-cewek di luar batas (alias pacaran) dalam
film ini sebenarnya sebuah realita pahit yang ada di tengah kehidupan anak-anak
muda zaman sekarang. Khawatirnya jika tidak didampingi orang tua adegan-adegan
tersebut malah menginspirasi anak-anak muda yang sedang dirundung masalah untuk
melakukan hal yang sama.
Anak-anak muda zaman
sekarang berbeda dengan generasi saya di tahun 80-an. Permasalahan yang mereka
hadapi lebih kompleks. Tantangan sebagai orang tua juga semakin berat. Jika dua
hingga tiga dasawarsa yang lalu pengaruh buruk mungkin hanya datang dari “salah
pergaulan”, televisi dan buku tidak bermutu kini dunia digital dan internet bisa menimbulkan dampak buruk jika tidak diantisipasi.
Orang tua zaman millenial pun wajib menguasai teknologi sekaligus mampu menjaga komunikasi dan memahami isi hati si remaja masa kini. Jika bentuk perhatian orang tua hanya diwujudkan dengan memberikan anak-anak mereka fasilitas gadget canggih dan kuota internet tanpa batas maka tunggu saja efek dari mencairnya gunung es. Perlahan tapi pasti menimbulkan bahaya yang tak mudah diatasi. Sosok anak membutuhkan komunikasi dari hati ke hati, jika orang tua lalai terhadap kebutuhan psikologis dan kasih sayang maka tidak mengherankan jika muncul generasi millenial yang secara frontal mengungkapkan isi hati mereka seperti yang Zeke lontarkan:
Orang tua zaman millenial pun wajib menguasai teknologi sekaligus mampu menjaga komunikasi dan memahami isi hati si remaja masa kini. Jika bentuk perhatian orang tua hanya diwujudkan dengan memberikan anak-anak mereka fasilitas gadget canggih dan kuota internet tanpa batas maka tunggu saja efek dari mencairnya gunung es. Perlahan tapi pasti menimbulkan bahaya yang tak mudah diatasi. Sosok anak membutuhkan komunikasi dari hati ke hati, jika orang tua lalai terhadap kebutuhan psikologis dan kasih sayang maka tidak mengherankan jika muncul generasi millenial yang secara frontal mengungkapkan isi hati mereka seperti yang Zeke lontarkan:
Komunikasi adalah kunci utama
terwujudnya harmonisasi. Kalau yang lebih tua hanya bisa menyalahkan darimana yang muda akan mendapatkan tuntunan?Jika yang lebih muda hobinya membangkang, bagaimana tercipta keluarga harmonis penuh kasih sayang? Solusinya adalah membangun jembatan agar tak terjadi miskomunikasi. Yup, sejatinya Upi dan IFISinema merilis My Generation sebagai salah satu cara membangun komunikasi antar generasi.
![]() |
Absolutely agree Upi!
Film khas anak muda ini pun dihiasi soundtrack musik anak muda kekinian. Siapa yang meronai My Generation dengan hentakan nada riangnya? ini dia mereka:
|

Set the alarm.
9 November 2017 adalah tanggal yang bakal menggemparkan dunia perfilman Indonesia. Sebab My Generation yang lahir dari tangan dingin Upi, sutradara yang juga membesut “30 Hari Mencari Cinta", "My Stupid Boss", "Realita Cinta Rock and Roll" dan diproduseri IFISinema bakal tayang di bioskop-bioskop nusantara.
Ya ampun, Mbak, aku ngenes baca jawaban anak yang ditanyai Bu Elly Risman itu. Kalau gini nih mau nyalahin siapa? Yang bikin capai ternyata para ortu sendiri. Duh, maak...
ReplyDeleteDuh, realita pahit *sambil berusaha memahami dan membenahi komunikasi dengan anak2
ReplyDeleteMenonton film ini, sambil berkaca. Apa sudah sesuai didikan kita kepada anak? Atau justru memaksanya mengikuti apa yang jadi keinginan kita tanpa memberi contoh? :'D Aduh, jadi baper. Tapi penasaran.
ReplyDeleteFilm yang bagus dan cocok ditonton sekeluarga. :D Sekalian belajar dan memperbaiki komunikasi dengan anak, atau membuatnya jadi lebih baik lagi.
ReplyDeleteFilm ini juga sebagai 'self reminder' untuk para orangtua supaya bisa lebih care & lebih memahami anak.
ReplyDeleteIni sebagai reminder aku banget nih, secara anak baru satu, masih bayi pula. Waktunya belajar :)
ReplyDeleteMenarik! Sisi lain kids jaman now memang tidak banyak yg tahu. Seneng deh punya bu guru kayak bu elly
ReplyDeleteOrang tua kadang kurang memahami kemampuan anak. Berbagai macam dijejalkan, kan kasihan anaknya.
ReplyDeleteFilm ini kayak alarm buat ngingetin kita biar gak mengekang kepada anak.
Filmnya bikin terharu, sangat wajib di tonton buat lebih banyak belajar tentang penerimaan dan komunikasi. Menurutku seh ya hehehehe
ReplyDelete