catatan seorang ibu, wanita, hamba sahaya yang ingin berbagi pikiran dengan dunia

Balada Pekerja Lepas di Mata Dunia

 "Wah enaknya, saya juga ingin santai, menikmati hidup seperti sampeyan" kata seorang teman saat kujawab pekerjaanku berkutat dari mandangin laptop dan gulir-gulir ponsel.

What?! seribu rasa menggumpal di dada mendengar dia berceloteh sedemikian rupa, itenggorokan hingga lambung terasa seperti sedang menelan nasi setengah panas yang belum dikunyah sempurna.

Pekerjaan di rumah yang berkaitan dengan ponsel dan mengelus keyboard laptop ternyata dipandang bukan sebagai aktivitas menyibukkan. Santai seperti di pantai, begitu kesan yang ditangkap jika mendapatkan jawaban dari pertanyaan tentang bekerja dari rumah sebagai cara mencari nafkah.

Work at Home, Pixabay Olisa655


Saya pribadi sebagai pekerja lepas, serabutan memang kesulitan menjawab pertanyaan : pekerjaanmu apa. Maka jawaban berkutat dengan ponsel dan laptop adalah jawaban yang paling sesuai dengan kenyataan. Pekerjaan yang bisa dilakukan sambil gegoleran, tengkurap, duduk di atas kasur. Rupanya pekerjaan seperti ini dianggap sebagai pekerjaan tersantai di dunia. 

Sebenarnya apa sih pekerjaan saya? Sebagai pekerja lepas serabutan saya terkadang menerima tawaran menulis artikel untuk pengisi blog atau website tertentu. Saya juga mengerjakan survey online sebagai panelis dengan imbalan poin di setiap panel yang bisa dikonversi menjadi saldo paypal atau saldo dompet digital. Berkaitan dengan aktivitas sebagai panelis survey online, agar tidak ketinggalan dan keduluan panelis lain maka saya memang harus sering login ke berbagai panel, melebihi frekuensi anjuran minum obat resep dokter dalam sehari.

Tidak jarang saya juga terjun ke dunia pendengung dan konten kreator yang memperkenalkan produk atau jasa tertentu, melakukan promo terselubung menggunakan kata kunci atau hashtag tertentu di media sosial. Pekerjaan-pekerjaan tanpa terikat jadwal harian terkesan santai dan remeh padahal jika ditekuni dengan serius hasilnya perbulan bisa melampaui UMR Surabaya. Tentu ini bukan penghasilan saya, tetapi beberapa teman saya mengakui meraih hasil sebesar itu, bahkan ada yang meraup penghasilan hingga dua kali UMR Jakarta per bulan.

Pekerja-pekerja lepas di bidang konten kreator tidak perlu melakukan absensi sidik jari atau terikat dengan jam kerja eight to five, tetapi tidak jarang harus bersiap dengan tawaran job mendadak yang mengharuskan melek semalaman tak beda dengan petugas keamanan di pos satpam karena dikejar deadline.

Enak banget ya jadi pekerja lepas

Kalau ditanya enak nggak enaknya bekerja serabutan tentu semua pekerjaan ada hal yang menyenangkan, ada yang membuat kurang nyaman, seperti minum obat bersalut gula, ada bagian manis dan pahitnya.

Enaknya bekerja sebagai pekerja lepas itu...jam kerjanya bebas. Apalagi jika deadline pekerjaan masih lama, pekerjaan bisa dikerjakan di waktu senggang tanpa terburu-buru. Waktu kerja yang fleksibel menjadi modal untuk menggali kreativitas di bidang lain agar kemampuan bisa lebih meningkat. Tentang penghasilan? jangan lupa, kekayaan pekerja lepas non formal di bidang konten kreator dunia digital yang sudah punya nama seperti Atta Halilintar bisa membuat Dirjen Pajak membelalakkann mata dan buru-buru mengirim surat elektronik menanyakan kewajiban bayar pajaknya.

Nggak enaknya jadi pekerja lepas yang masih terikat dengan kontrak dengan klien posisinya mirip dengan pekerja kantoran dengan atasan. Keinginan klien harus dipenuhi, bahkan jika harus revisi berpuluh-puluh kali. Lebih nggak enak lagi jika dikejar tenggat waktu padahal kondisi tubuh sedang tidak memungkinkan karena seluruh badan sedang menderita seperti usai dihajar pentungan.

Bagaimana tips mengelola keuangan bagi pekerja lepas yang tidak menerima gaji bulanan?

Para pekerja lepas yang penghasilannya juga bebas harus lebih bijak dalam mengelola keuangan. Tak ubahnya seperti pekerja informal tukang becak, abang ojek atau pedagang kaki lima, bijak mengelola keuangan adalah kunci stabilnya kondisi finansial pribadi dan rumah tangga. Jika tawaran pekerjaan sedang mengalir tiada henti dan berimbas kepada penghasilan yang turun bagai hujan deras maka sebaiknya air ditampung di berbagai bejana, bukan dihabiskan untuk berfoya-foya. Simpan sebagian uang dalam bentuk investasi yang sebagian bisa dicairkan sewaktu-waktu seperti perhiasan, rekening tabungan dan simpan sebagian lagi untuk investasi jangka panjang untuk persiapan masa depan seperti reksadana, properti kecil-kecilan atau logam mulia. Tentunya uang yang disimpan adalah uang bebas, artinya uang sisa setelah semua kebutuhan pokok keluarga terpenuhi seperti aliran air irigasi pertanian yang sebagian ditampung di dalam bendungan.

Jadi lebih enak mana sebagai pekerja kantoran eight to five bergaji bulanan atau pekerja lepas yang jam kerjanya fleksibel dengan fluktuasi pendapatan? 

Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI supported by BRI 

Share:

Momen Tak Terlupakan di Resto Alas PPLH Seloliman

Akhir pekan, liburan pengennya jalan-jalan, cuci mata menikmati waktu berkumpul dan bercengkrama bersama keluarga. Kata orang, tamasya itu penting demi menjaga kewarasan jiwa. Tetapi jika terbentur anggaran, bisa-bisa sepulang memaksakan healing malah "sakit jiwa' atau minimal pusing tujuh keliling.

Maka, buat kaum mendang-mending seperti saya dan keluarga, menentukan tujuan gathering adalah hal penting. Bagaimana caranya bisa kumpul, makan enak bareng-bareng sambil menikmati bentang alam yang elok menawan tanpa porah anggaran.

Sesekali boleh dong kaum medium menikmati makan di luar rumah type 36 yang kadang terasa sempit bagi kami berempat yang bermassa badan jauh di atas 36 kilogram. Oh ya, langsung teringat ketika tempo hari saat kami berempat berdarmawisata naik motor ke Petilasan Jolotundo di Mojokerto melewati PPLH Seloliman yang konon merupakan tempat eduwisata sekaligus menawarkan restoran dan penginapan. 

Sajian di Resto Alas PPLH Seloliman, Dokpri

Sip! Inilah pilihan tepat, sebab selain lokasinya bisa dijangkau dengan naik dua motor berempat. udaranya tentu lebih sejuk dan lansekapnya pasti menawan karena berada di jalur menuju arah Gunung Penanggungan. 

Tapi, karena waktu liburnya pas tanggal 17 Agustus, harus memastikan terlebih dulu apakah PPLH dan restonya buka atau libur? Setelah mendapat kepastian melalui nomor telepon CP yang tertera di akun instagramnya bahwa PPLH Seloliman tetap menerima pengunjung di tanggal merah 17 Agustus barulah kami berangkat pagi-pagi di saat upacara bendera di lapangan dekat rumah belum dimulai.

Sekitar satu jam perjalanan, sampailah kami di PPLH Seloliman di Dusun Biting RT 05/RW03 Seloliman, Trawas. Udara sejuk menerpa wajah, rimbun pepohonan memanjakan mata sejauh mana memandang. Di dekat  lahan parkir terdapat denah sehingga kami bisa langsung menuju restoran. Resto Alas, demikian nama tempat makan di PPLH Seloliman. 

Naik tangga ke ruang makan utama Resto Alas, Dokpri

Wah ternyata kami tiba saat upacara bendera masih berlangsung. Salut! meski jumlah karyawannya tidak kolosal tetapi upacara memperingati Hari Kemerdekaan tetap diadakan dengan khidmat. Jadilah kami duduk menikmati suasana tanpa ada yang menyambut dan belum ada pengunjung yang datang. Tapi justru dalam kesunyian  seperti ini kami bisa puas memandang, mengabadikan panorama alam yang sangat menawan. Sungai kecil yang mengalir riang, pohon-pohon besar, rindang yang menyejukkan, samar kabut menyelimuti Gunung Penanggungan dan ciak burung bersahutan berkicau riang membuat kami membunuh waktu tanpa merasa jemu.

Pemandangan dari Ruang makan utama Resto Alas PPLH Seloliman. Dokpri

Setelah sekitar 15 menit puas menikmati pemandangan, upacara bendera usai dan salah seorang karyawan menyambut kami sembari mengangsurkan daftar menu "Selamat datang di Resto Alas, maaf menunggu lama usai upacara, monggo pilih menu yang mana" sapa beliau dengan ramah, sopan disertai seulas senyuman.

Pilihan suami jatuh Paket B seharga 174 ribu rupiah dengan menu : gurami bakar, tempe goreng, urap-urap, buah, nasi sebakul untuk 4 orang dan es teh 4 porsi. Buat saya menu ini sudah lebih dari cukup, apalagi nasi sebakul yang katanya untuk berempat itu porsinya jumbo, untuk empat raksasa karena tetap masih bersisa meski anak-anak sudah nambah. Buat lauk ekstra mereka masih nambah telur dadar Alas. Tak lupa es jeruk serta tempe mendoan dan pisang goreng keju sebagai camilan. Waah sungguh mengugah selera, mari makan tapi jangan lupa berdoa.




Daya tarik Resto Alas PPLH Seloliman bukan hanya suasana yang menonjolkan bentang alamnya. Menu yang disajikan juga istimewa sebab semua bahan mentahnya baik sayuran maupun lauk merupakan hasil budidaya PPLH Seloliman, dan dimasak serta disajikan menggunakan bumbu dasar alami tanpa penyedap rasa. 

Cita rasanya gimana dong memasak hanya dengan bumbu dasar? Enak dan asyik aja kok. Gurami bakar kecapnya sedap, bumbunya meresap sampai ke daging ikan. Memasak ikan bakar bukan hal mudah, kalau nggak piawai bisa-bisa bagian luarnya gosong tapi di dalam masih mentah. Nah gurami bakar di Resto Alas ini baik bumbu maupun tingkat kematangannya pas, cocok dinikmati dengan urap-urap yang bumbu dan parutan kelapanya meruap.

Paket Hemat di Resto Alas yang ramah di kantong, Dokpri

Sampai kami selesai makan hanya ada dua pengunjung yang datang dan memilih tempat agak jauh dari meja kami. Petugas yang ramah tadi datang lagi sambil menanyakan apakah kami butuh sesuatu, sambil mempersilahkan untuk menikmati pemandangan di bagian atap resto yang digunakan sebagai tempat makan lesehan. Sebab suasanya lengang, tawaran tidak kami sia-siakan. Wow, panoramanya makin cantik di tempat lesehan. Begitu lengangnya suasana, nggak cuma lesehan tapi kami bisa leyehan alias tidur-tiduran di saung beralas kayu dan berhiaskan jerami di atap yang disediakan untuk tempat bersantap.  

Santai yuuk, Dokpri

Dari tempat makan lesehan lansekap Gunung Penanggungan terlihat lebih jelas. Beberapa bangunan mungil yang disewakan sebagai tempat penginapan tampak terawat dengan baik, dikelilingi taman yang cantik. Meski berjam-jam duduk di sini tanpa memesan menu lagi kami tidak diusir atau diganggu sedikitpun.

Pemadangan di tempat lesehan, Dokpri


Meski kerasan karena merasa nyaman, toh kami juga harus pulang sebab selain pagar rumah tidak digembok, kalau harus menyewa rumah penginapan di PPLH Seloliman otomatis dananya harus nombok.

Bercengkrama bersama keluarga di hari libur merupakan momen istimewa. Apalagi jika diselingi dengan menikmati sajian menu organik dan dimanjakan oleh panorama nan cantik. Begitu cantiknya sampai waktu terlalu berharga detik demi detik, jadilah bahan konten yang ciamik.


Pengen makan enak sekaligus menikmati suasana yang nyaman tapi anggaran pas-pasan. Jangan sedih kawan, bisa cari tempat makan di pedesaaan yang bisa dijangkau tanpa kesulitan. Jadi kapan nih kalian mampir ke Resto Alas PPLH Seloliman? 


Berkibarlah benderaku, Dokpri


Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI supported by BRI
Share:

Yang Lebih Keramat dari Surat Wasiat

Suatu pagi, saya sibuk buka tutup laci, mencari-cari, berharap ada terselip beberapa lembar kertas coklat bergambar Tuanku Imam Bonjol untuk mengisi kotak infaq masjid terdekat. Lalu tiba-tiba menemukan selembar surat yang membuat hatiku menghangat. Surat tulisan almarhumah mamaku yang telah wafat. Surat yang berkesan meski bukan surat wasiat. 

Surat singkat lebih keramat dari surat wasiat, Dokpri


Ingatanku melayang pada sosok ibu yang tegas pendirian dan tidak larut dengan perkembangan zaman. Bayangkan, di zaman serba digital, komunikasi bisa melalui WhatsApp call menggunakan ponsel Android, mamaku kukuh tidak mau beralih dari ponsel biasa yang hanya bisa digunakan untuk menelepon dan mengirim SMS.

"Opomaneh hape android iku? ndadak ndudul ndudul, drijiku gede-gede kii, eealah njur tuku pulsa gawe internet? gak cukup sepuluh ewu, wegah aku" (= Apalagi hape Android itu? harus pencet-pecet, jemariku besar-besar nih, Ealah terus harus beli pulsa buat internet? Gak cukup sepuluh ribu, Aku ogah"

Mama tinggal sendiri di sebuah kota kecil, kira-kira 2,5 jam perjalanan dari rumahku. Beliau tidak berkenan tinggal di rumah anak-anaknya karena merasa tidak bisa meninggalkan rumah kenangan bersama almarhum papa dan almarhumah adik bungsuku. Jadilah komunikasi dengan mama melalui telepon, SMS dan saya yang mengunjungi beliau satu atau dua bulan sekali karena kakak tinggal di kota yang lebih jauh dan adik lelakiku tinggal di luar pulau sehingga mereka tidak bisa sering-sering pulang ke kampung halaman.

Ada cerita khusus di balik surat mama. Surat ini dikirim bersama paket berisi tas kecil lengkap dengan sabun cair, pasta gigi dan sikat gigi saya dan anak bungsu yang tertinggal di kamar mandi karena buru-buru khawatir tertinggal bus patas terakhir menuju kota tempat kami tinggal.

Elhadalah, padahal kan bulan depannya saya pasti datang lagi. Di rumah juga ada sabun, sikat gigi dan pasta gigi, karena yang di tas kecil itu khusus perlengkapan bepergian. Daan, untuk mengirimkan paket ini mama harus mengeluarkan uang ekstra, ongkos minta tolong tetangga plus biaya kurir yang kalau ditotal jauh lebih mahal daripada isi paketnya. Tapi ya itulah seorang ibu. Sosok yang selalu mengkhawatirkan anak-anaknya, hingga tak memperhitungkan biaya-biaya.

DI hari-hari ulang tahun anak-anakku, mama juga selalu mengirim paket berisi makanan ringan sebagai hadiah, disertai surat pendek ucapan selamat dan sekadar berkabar "tanganku sudah tidak kuat menulis panjang, tulisanku juga makin jelek seperti cakar ayam" ujar beliau suatu ketika.

Membaca kembali surat mama membuat saya tersenyum sekaligus terharu. "mama kirimkan kabin Hatari karena gigi mama sudah tidak kuat" Terkadang beliau dikirimi kakak berbagai kue, termasuk kue kabin. Berhubung gigi beliau sudah tidak kuat mengunyah makanan keras maka dikirimkanlah kue itu ke rumahku. Bayangkan si kue berkeliling dari kota ke kota.  Suatu pelajaran yang kudapatkan, bahwa Mama berusaha untuk selalu menghargai pemberian dan memastikan tidak mubadzir apabila beliau tidak bisa memanfaatkan pemberian karena keadaan.

Mama juga menuliskan permohonan maaf apabila ada salah disertai doa semoga puasa kami diterima. Karena kebetulan saat itu menjelang bulan puasa dan saya pulang dalam rangka 'nyadran' yaitu tradisi berziarah ke makam papa dan adik bungsu menjelang Ramadan. Hati siapa yang tidak tersentuh, jarang ada orang yang lebih tua berkenan memohon maaf duluan, biasanya yang muda yang sowan dan memohon maaf jika ada kesalahan. Tapi Mama tidak demikian. atau mungkinkah beliau sudah memiliki firasat akan segera dijemput kematian, sehingga tidak lupa untuk meminta maaf agar tidak menyesal di alam keabadian? Sebuah pelajaran lagi kudapatkan, agar selalu berhati-hati dalam berkata-kata dan bertindak, berupaya tidak menyakiti orang lain dan tak ragu untuk meminta maaf sebab kematian adalah hal yang pasti meski datangnya tidak bisa diprediksi.

Surat singkat yang membuat hati dan mataku menghangat ini terasa lebih berharga daripada surat wasiat. Sebab saya baru sadar, ini surat terakhir yang beliau tulis sebelum meninggal. Ini paket terakhir karena setelahnya saya tidak lagi menerima kiriman apapun dari beliau. 

Kenangan Foto Terakhir, sebelum berpamitan. Dokpri


Beberapa bulan kemudian terjadi pandemi corona sehingga membuat saya tidak bisa leluasa berkunjung karena blokade dan pembatasan di berbagai wilayah. Sekalinya berkunjung dengan pinjam mobil tetangga, eh baru saja duduk sudah didatangi pak RT, diinterogasi macam-macam. Sehingga kami sekeluarga pun akhirnya pulang kembali ke rumah karena merasa tak nyaman dicurigai.

Pertemuan singkat itupun menjadi pertemuan tatap muka terakhir dengan Mama. Sekitar enam bulan kemudian, ba'da subuh saya menerima telepon dari tetangga yang bertugas merawat beliau di rumah, mengabarkan bahwa Mama ditemukan pingsan dan sudah dibawa ke rumah sakit. Tepat setelah tujuh hari saya menemani beliau di rumah sakit dalam kondisi tidak sadarkan diri, beliau pergi tanpa sempat berpamitan, hanya talqin di telinga beliau tiada henti kulantunkan hingga tarikan nafas terakhir yang dengan lembut beliau lepaskan. Momen yang meninggalkan ceruk menganga di relung hati dan kenangan yang akan selalu membekas hingga nanti.

Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI supported by BRI


Share:

Work at Home

Kumpulan Emak-emak Blogger

Blogger Perempuan

Blogger Perempuan

Ning Blogger Surabaya

Ning Blogger Surabaya

BloggerHub

Warung Blogger

KSB

komunitas sahabat blogger
Powered by Blogger.

About Me

My photo
Ibu dua putra. Penulis lepas/ freelance writer (job review dan artikel/ konten website). Menerima tawaran job review produk/jasa dan menulis konten. Bisa dihubungi di dwi.aprily@gmail.com atau dwi.aprily@yahoo.co.id Twitter @dwiaprily FB : Dwi Aprilytanti Handayani IG: @dwi.aprily

Total Pageviews

Antologi Ramadhan 2015

Best Reviewer "Mommylicious_ID"

Blog Archive

Labels

Translate

Popular Posts

Labels

Labels

Blog Archive

Recent Posts

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.