catatan seorang ibu, wanita, hamba sahaya yang ingin berbagi pikiran dengan dunia

Pendidikan Kehidupan

 Tahun  ajaran telah dimulai. Kesibukan hari-hari sekolah bergulir kembali.

Buat apa sih kita sekolah? buat menuntut ilmu, mendapatkan pengetahuan atau mempersiapkan diri menempuh kehidupan? Bagi saya semua jawaban itu benar. Meski menuntut ilmu tidak selalu harus di bangku sekolah formal. Meski pengetahuan bisa diperoleh dari buku, podcast, video, konten dan berbagai macam sumber. Muaranya adalah mempersiapkan setiap pribadi menempuh kehidupan yang keras dan tak peduli.

Begitu juga saat memilih sekolah yang tepat bagi anak-anak. Pasti setiap orang tua punya pertimbangan tersendiri.



Sekitar 7 tahun lalu , si sulung kami atau tepatnya saya yang ngotot agar dia mondhok di sebuah pondok yang terkenal dengan kedisplinan tinggi.

Bukan tanpa maksud saya ngotot si anak ini harus mondhok. Masa kecilnya jahil dan bengal, saya bosan di"labrak" tetangga kanan kiri muka belakang 😁😁😁 sampai lagi sholat dhuhur pernah ada tetangga ketuk pintu buat nglabrak tapi saya cuekin. Pulang jamaah dari masjid juga pernah dihadang tetanggan komplain tentang "kekurangajarannya" . Sampai pernah saat suami saya mengalami kecelakaan jatuh dari atap, tetangga Maghrib datang bukan untuk menjenguk tapi nglabrak karena anaknya dijahilin si sulung kami ini 😴😴


Harapan saya pendidikan pondok membuatnya jadi jauh lebih baik, Lo Ulis jadi pemuka agama, ngajinya pinter, bisa jadi imam masjid dan mengajarkan ilmu agama kepada umat.


Setelah lulus pengabdian dan menunggu waktu kuliah ternyata beberapa kali di"ujicoba" jadi imam bacaan suratnya masih salah dan blank di tengah jalan. Kalau saya dengarkan tajwidnya belum tepat karena beberapa makhrojul hurufnya belum pada tempatnya.

Apalagi pas sudah kuliah dan sertifikasi Ng ngerjakan tugas sampai tengah malam, jamaah subuh juga sering telat karena susah banget membangunkannya 😄😄 Kadang selain waktu subuh juga sering masbuk karena tidak segera bergegas berangkat ke masjid saat mendengar adzan.


Lalu ngomel lah saya : trus buat apa dulu mondhok sampai enam tahun plus setahun pengabdian, kalau jadinya sama saja dengan awam yang tak punya pengetahuan lebih tentang agama (misal seperti kami orang tuanya)


Dia menjawab: ya Ma, maaf memang aku lagi merasa imanku turun kalau masalah ibadah tapi kan aku tetap sholat lima waktu, tetap tadarus di rumah. Tapi memang ada pendidikan pondok yang terus melekat di benakku yaitu tanggung jawab dan kerja keras.


Tanggung jawab sebagai ketua panitia seminar nasional pernah diemban sampai dia rela ke sana kemari untuk promosi dan keluar uang buat bayarin tiket masuk beberapa temannya.

Tanggung Jawab sebagai salah satu pengurus Himpunan Mahasiswa divisi kemahasiswaan yang bertugas mendampingi, memberikan advokasi pada mahasiswa yang mengalami kesulitan akademis. Saat liburan semester ganjil yang lalu dia harus ke kampus mendampingi mahasiswa dari Thailand yang salah menyusun KRS. 


Kerja keras, selama liburan dia selalu berusaha mencari pekerjaan berbayar buat tambah uang sakunya sendiri, agar biaya-biaya yang kecil-kecil, termasuk jajan dan nggak minta ke kami. Maklum uang bensinnya dijatah dan dalam sepekan mungkin hanya tersisa 20 ribu rupiah.


Liburan semester ganjil lalu dia kerja sebulan lebih sebagai pencuci mobil dengan gaji 60rb/hari (Alhamdulillah yang punya Carwash kok ya berkenan menerima mahasiswa yang hanya bisa bekerja saat liburan saat itu)

Liburan semester genap kali ini dia kerja serabutan sebab Carwash yang pernah menampungnya kerja sambilan sedang nggak butuh karyawan. 

Pernah jadi penyapu jalan Tunjungan saat ada even JCC tempo hari dibayar 150 ribu/semalam. Sekarang lagi jadi kuli gudang digaji 100rb/hari selama dibutuhkan perusahaan.

"Sholatmu gimana Lo kalau kerja serabutan kayak gitu?"

Tetap sholat Lo Ma, kebetulan tempat kerjaku nggak terlalu jauh dari masjid . Alhamdulillah 

Ah ya, pikir saya sekarang biarlah meski lulus pondok nggak /belum tentu jadi ulama setidaknya paham ilmu agama dan taat kepada Allah dan RasulNya.

Dan mentalnya terasah agar tidak mudah putus asa dan tahu bagaimana mencari nafkah karena kelak punya tanggung jawab besar sebagai kepala rumah tangga.

Oh ya, kebetulan saya menemukan konten yang bagus dan patut dijadikan bahan renungan tentang bagaimana mempersiapkan bahan pendidikan kehidupan:

"According to Psychologists, there are four types of Intelligence: 


1) Intelligence Quotient (IQ)

2) Emotional Quotient (EQ)

3) Social Quotient (SQ)

4) Adversity Quotient (AQ)


1. Intelligence Quotient (IQ): this is the measure of your level of comprehension. You need IQ to solve maths, memorize things, and recall lessons.


2. Emotional Quotient (EQ): this is the measure of your ability to maintain peace with others, keep to time, be responsible, be honest, respect boundaries, be humble, genuine and considerate.


3. Social Quotient (SQ): this is the measure of your ability to build a network of friends and maintain it over a long period of time.


People that have higher EQ and SQ tend to go further in life than those with a high IQ but low EQ and SQ. Most schools capitalize on improving IQ levels while EQ and SQ are played down.


A man of high IQ can end up being employed by a man of high EQ and SQ even though he has an average IQ.


Your EQ represents your Character, while your SQ represents your Charisma. Give in to habits that will improve these three Qs, especially your EQ and SQ.


Now there is a 4th one, a new paradigm:


4. The Adversity Quotient (AQ): The measure of your ability to go through a rough patch in life, and come out of it without losing your mind.


When faced with troubles, AQ determines who will give up, who will abandon their family, and who will consider suicide.



Parents please expose your children to other areas of life than just Academics. They should adore manual labour (never use work as a form of punishment), Sports and Arts.


Develop their IQ, as well as their EQ, SQ and AQ. They should become multifaceted human beings able to do things independently of their parents.


Finally, do not prepare the road for your children. Prepare your children for the road."


(Copied status) but one that resonates with me.

Share:

No comments:

Post a Comment

Kumpulan Emak-emak Blogger

Blogger Perempuan

Blogger Perempuan

Ning Blogger Surabaya

Ning Blogger Surabaya

BloggerHub

Warung Blogger

KSB

komunitas sahabat blogger
Powered by Blogger.

About Me

My photo
Ibu dua putra. Penulis lepas/ freelance writer (job review dan artikel/ konten website). Menerima tawaran job review produk/jasa dan menulis konten. Bisa dihubungi di dwi.aprily@gmail.com atau dwi.aprily@yahoo.co.id Twitter @dwiaprily FB : Dwi Aprilytanti Handayani IG: @dwi.aprily

Total Pageviews

Antologi Ramadhan 2015

Best Reviewer "Mommylicious_ID"

Blog Archive

Labels

Translate

Popular Posts

Labels

Labels

Blog Archive

Recent Posts

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.