Penentuan Iduladha
1443 Hijriyah di Indonesia terbagi menjadi dua kelompok mayoritas. Yaitu yang
menentukan 10 Dzulhijjah (Iduladha pada 9 Juli 2022) dan 10 Dzulhijjahnya pada
10 Juli 2022.
Mengapa bisa
berbeda, apakah ini yang pertama kalinya di Indonesia? Tidak, seingat saya
(setidaknya) tahun 2018 Iduladha yang berbeda sudah pernah terjadi. Oya, perlu
diketahui bahwa perbedaan pada penentuan awal bulan Hijriyah atau hari raya ini
bukan masalah antara NU dan Muhammadiyah, namun pada dasarnya disebabkan oleh dua
metode yang digunakan dalam menentukan tanggal hijriyah yaitu rukyatul hilal (metode
melihat bulan baru dengan mata telanjang) dan wujudul hilal/ hisab (metode
menghitung penanggalan berdasarkan terbitnya bulan)
Bisa dibayangkan
demikian: Jika metode hisab (hitung) bisa menetapkan tanggal/bulan baru meskipun
ketinggian hilal 1 atau 2 atau bahkan nol koma sekian derajat. Sementara metode
hilal baru bisa melihat bulan baru jika ketinggian hilal pada 2,5 derajat.
Dan perlu
diketahui pula bahwa sejak tahun 2022, penentuan tanggal hijriyah yang
dilakukan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia mengacu pada kriteria baru Menteri Agama Brunei
Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS) terkait penanggalan Hijriyah yang telah ditetapkan pada 2021.
MABIMS bersepakat mengubah kriteria ketinggian hilal (bulan)
dari 2 derajat, elongasi 3 derajat, dan umur bulan 8 jam menjadi ketinggian
hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat.
Mengutip dari Republika 23 Februari 2022 :
“Kasubdit
Hisab Rukyat dan Syariah Ditjen Bimas Islam, Ismail Fahmi, menjelaskan alasan
MABIMS melakukan perubahan kriteria penanggalan hijriyah. Hal ini karena
banyaknya kritik terhadap kriteria 2 derajat dan elongasi 3 derajat.
Menurutnya, diskusi perubahan kriteria penanggalan hijriah sudah dimulai sejak
2012.
Dia mengatakan, pada 2012, MABIMS bersepakat mengkaji ulang kriteria
MABIMS yaitu ketinggian hilal 2 derajat, elongasi 3 derajat
dan umur bulan lebih dari 8 jam. MABIMS juga bersepakat, penetapan awal bulan
hijriyah tidak hanya melihat aspek saintifik, tetapi perlu melihat aspek syariah,
sosiologis, dan psikologis.
Ismail menambahkan, pada 2016 MABIMS bersepakat untuk
menggunakan kriteria baru yaitu tinggi hilal 3 derajat dan elongasi 6,4
derajat. Kriteria ini disepakati untuk digunakan pada 2018 lalu. Tapi
kesepakatan itu urung digunakan sampai 2021 kemarin.
"Pada 2021 komitmen ini akhirnya disepakati bersama dengan
menandatangani surat bersama ad referendum terkait penggunaan kriteria baru
MABIMS di Indonesia pada 2022. Kita harus mulai, karena kalau tidak dimulai,
kapan lagi? Kalau kita undur-undur lagi, itu hanya mengundur umat punya
pedoman. Kita tidak mungkin menunggu kesepakatan seluruhnya," ujarnya.
Ismail mengatakan, penerapan kriteria baru MABIMS berdampak pada
perubahan awal bulan hijriyah. Menurutnya, akan ada perubahan yang
diprediksikan terjadi pada Ramadhan, Dzulhijah, dan Shafar tahun ini.”
Jika
Iduladha berbeda ikut pendapat / metode yang mana?
A. Hari Raya Iduladha 1443 Hijriyah jatuh pada 10 Juli 2022.
Memantau perkembangan di media massa, beberapa ulama seperti Ustadz Abdul Somad, Ustadz Raehanul Bahraen, Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal menyatakan
bahwa Iduladha 1443 Hijriyah jatuh pada Ahad, 10 Juli 2022.
Dalilnya adalah (saya sarikan pernyataan dan rangkuman Ustadz Raehanul Bahraen:
1. Dalil-dalil menyebutkan puasa itu berdasarkan waktu, termasuk puasa Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah.
Dari Hunaidah bin Khalid dari istrinya dari sebagian istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa pada 9 Dzulhijjah, hari ‘Aasyuraa’ (10 Muharram) dan tiga hari setiap bulan” (HR Abu Dawud no 2439)
2. Pendapat bahwa mathla' setiap daerah berbeda-beda, sehingga kita mengikuti hilal masing-masing negara/daerah. Patokannya adalah hilal bukan waktu wukuf sebagaimana dalam Al-Quran.
"Mereka bertanya kepadamu tentang hilal,
katakan ia adalah waktu waktu untuk manusia dan haji."
(QS Al Baqoroh: 189)
Penjelasan Syaikh Al-Ustaimin bahwa Mathla' setiap daerah berbeda- beda. Beliau berkata:
والصواب أنه يختلف باختلاف المطالع
"Yang benar adalah hilal
berbeda-beda sesuai perbedaan mathali'"
3. Puasa Arafah disyariatkan tahun ke-2
hijriyah sedangkan syariat wukuf dan sebagian manasik haji pada tahun ke-6.
Jadi tahun-tahun sebelumnya, memakai penanggalan
4. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bisa
saja meminta kabar dari Mekkah kapan waktu wukuf, tetapi beliau tetap
berpatokan dengan hilal yang beliau lihat di Madinah.
5. Puasa bersama mayoritas penduduk negeri
dengan ketetapan pemerintah mencocoki hadits "puasa adalah hari di mana
manusia berpuasa"
“Kalian berpuasa ketika kalian semuanya
berpuasa, dan kalian berbuka ketika kalian semua berbuka” (HR Ad Daruquthni
385, Ishaq bin Rahawaih dalamMusnad-nya 238)
B. Hari Raya Iduladha
1443 Hijriyah jatuh pada 9 Juli 2022.
Ustadz Agus
Mustofa, dan beberapa ulama yang mengacu pada metode hisab/wujudul hilal/hilal
global menyatakan bahwa Iduladha 1443 Hijriyah jatuh pada Sabtu 9 Juli 2022.
Dalilnya :
1.
Hadits Rasulullah tentang
keutamaan Puasa Arofah
Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ
السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ
عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
“Puasa Arofah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan
dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan
menghapuskan dosa setahun yang lalu.”
(HR. Muslim no. 1162)
Imam Nawawi dalam Al Majmu’ (6: 428) berkata, “Adapun hukum puasa
Arafah menurut Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah: disunnahkan puasa Arafah bagi
yang tidak berwukuf di Arafah. Adapun orang yang sedang berhaji dan saat itu
berada di Arafah, menurut Imam Syafi’ secara ringkas dan ini juga menurut ulama
Syafi’iyah bahwa disunnahkan bagi mereka untuk tidak berpuasa karena adanya
hadits dari Ummul Fadhl.”
Ibnu Muflih dalam Al Furu’ -yang merupakan kitab Hanabilah- (3: 108) mengatakan, “Disunnahkan melaksanakan puasa pada 10 hari pertama Dzulhijjah, lebih-lebih lagi puasa pada hari kesembilan, yaitu hari Arafah. Demikian disepakati oleh para ulama.” Sumber: muslim.or.id
2. Hadits Rasulullah tentang puasa Arofah tidak dilaksanakan oleh yang berhaji di saat wukuf
“Dari Maimunah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa orang-orang saling berdebat apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari Arafah. Lalu Maimunah mengirimkan pada
beliau satu wadah (berisi susu) dan beliau dalam keadaan berdiri (wukuf),
lantas beliau minum dan orang-orang pun menyaksikannya.” (HR. Bukhari no. 1989
dan Muslim no. 1124).
3. Perbedaan pendapat mengenai mathla‟ dalam
penentuan awal bulan Hijriah di kalangan empat mazhab terbagi menjadi dua
pendapat yaitu: Mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali menghendaki kesatuan mathla‟
untuk seluruh wilayah Islam di muka Bumi.
Mazhab Syafi‟i menghendaki kesatuan mathla‟ untuk wilayah ditetapkannya rukyat hilal dan juga wilayah yang berdekatan (disarikan dari salah satu naskah tesis di UIN Raden Intan Lampung)
3. Arafah, adalah terkait tempat dan waktu.
Bisa dipahami
melalui penuturan Ustadz Felix Siauw di you tube:
https://www.youtube.com/watch?v=mTjr85ymmQc
4. Puasa Arafah, terkait dengan wukuf dan ritual ibadah haji
Penjelasan Ustadz Agus Mustofa
https://m.youtube.com/watch?v=M1cWqj530bA&t=486s
Maka dengan perbedaan Hari Raya Iduladha 1443 H di Indonesia, ikut yang mana? Ada baiknya tidak memperuncing perbedaan dengan saling memprovokasi atau merasa paling benar sendiri. Mengingat kedua pilihan tersebut ada dalil, baik dari hadits maupun ijtima para ulama, sebagai umat muslim bisa belajar dan mengingat dua hal penting ini:
1. Hadits tentang ijtihad
(Disarikan dari muslimafiyah.com)
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا
َاجْتَهَدَ الْحَاكِمُ فَأَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذََا اجْتَهَدَ ثُمَّ
أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ
“Jika seorang
hakim berijtihad lalu benar, maka ia berhak mendapat dua pahala, namun jika ia
berijtihad lalu salah, maka ia mendapat satu pahala” HR. Bukhari no. 3609 dan Muslim no. 2214
Tentu saja
yang mendapat satu pahala adalah ulama yang benar-benar berilmu dan tahu
bagaimana berijtihad bukan sembarangan orang.
Bahkan Imam
An-Nawawi rahimahullah menukilkan ijma’ ulama, beliau berkata:
قال
العلماء : أجمع المسلمون على أن هذا الحديث في حاكم عالم أهل للحكم ، فإن أصاب فله
أجران : أجر باجتهاده ، وأجر بإصابته ، وإن أخطأ فله أجر باجتهاده
“Ulama berkata, kaum muslimin bersepakat bahwa hadits ini mengenai hakim yang menguasai hukum Islam. Jika ia benar mendapat dua pahala, pahala ijtihad dan pahal kebenaran. Jika salah maka hanya mendapat satu pahala yaitu pahala ijtihadnya.
2. Tentang kisah perbedaan pendapat di kalangan sahabat dan bagaimana Rasulullah menyikapi
(Disarikan dari ceramah Ustadz Salim A Fillah,
Jejak-jejak Perang Azhab di masjid Ahad, 24 September 2017 di Masjid Al-Ikhlas, Waru Sidoarjo)
Saat itu Nabi memerintahkan para Sahabatnya:
لَا يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الْعَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي
قُرَيْظَةَ
“Jangan ada satupun dari kalian yang shalat
Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraizhah (HR. Bukhari)
Mendapati perintah ini para sahabat memiliki dua
penafsiran, yang saling bertentangan.
1. Kelompok Sahabat yang memahami bahwa maksud
dari perintah Nabi adalah agar bergegas ke wilayah Bani Quraizhah agar sempat shalat Ashar pada waktunya di sana. Dan ketika khawatir sholat Asharnya
tertinggal maka mereka mendirikan sholat Ashar tepat waktu meski belum sampai
di pemukiman Bani Quraizhah
2. Kelompok Sahabat yang benar-benar patuh
pada perintah Nabi. Yaitu shalat Ashar hanya ketika tiba di perkampungan bani Quraizhah.
Sehingga mereka baru mengerjakan shalat Ashar di malam hari, di waktu Isya’
Ketika menghadap Nabi, perwakilan dari kedua
kelompok ini saling menyalahkan. Kelompok 2 menganggap bahwa kelompok 1 tidak
taat pada perintah Nabi. Kelompok 1 mengganggap bahwa kelompok 2 tidak taat
pada perintah syariat untuk sholat tepat waktu.
Lantas bagaimana tanggapan Nabi? Ternyata
beliau tidak menyalahkan atau membenarkan salah satu dari golongan sahabat
tersebut.
Maka, pilihan berhari raya Iduladha yang mana
pun, hendaknya menghormati pilihan yang berbeda. Dan sudah sepatutnya pilihan
itu didasarkan pada pemahaman atas dalil yang diyakini, bukan karena ikut-ikutan
atau sungkan. Dan akan lebih baik lagi jika hari raya Iduladha semakin berarti
dengan melapangkan hati untuk berqurban, hewan qurban terbaik yang bisa kita
persembahkan sebagai bentuk ketaqwaan dan ketaatan pada perintah Illahi.
Puasa Arofah itu sunnah, menyembelih hewan
qurban bisa dilaksanakan di ketiga hari tasyrik dan tak harus di hari Iduladha.
Janganlah karena perbedaan pendapat menjadi penyebab pecahnya ukhuwwah. Saling
mengolok, menyakiti hati dan menyalahkan, malah jadinya menambah dosa, padahal
di bulan Dzulhijjah, terutama di 10 hari pertama disunnahkan untuk memperbanyak
amalan untuk berharap ridho dan ampunanNya.
Daftar Pustaka:
1. https://muslim.or.id/18509-keutamaan-puasa-arafah.html
2. https://muhammadiyah.or.id/majelis-tarjih-sikapi-perbedaan-hari-raya-idul-adha-1443-h/
3. https://www.republika.co.id/berita/mpgbyh/bolehkah-merujuk-hilal-di-negara-tertentu
4. https://blog.pks.id/2022/07/idul-adha-ikut-yang-mana.html
5. https://muslimafiyah.com/qadhi-berilmu-salah-ijtihad-dapat-pahala-kalau-dokter-berkompenten.html
6. https://kalam.sindonews.com/berita/1405754/69/nasihat-ustaz-salim-a-fillah-menyikapi-perbedaan-fiqih
7. https://www.youtube.com/watch?v=9Ijyc-RlPo8
Jujur, jadi agak bingung tapi tanggal merah sudah ditetapkan tanggal 9 Juli jadi ngikut saja. Ini sih perbedaan yang sering bikin bingung NU dan Muhammadiyah, eh ternyata ada lagi makin rumit. Terima kasih sharingnya!
ReplyDeleteAlhamdulillah tulisan nya sangat bermanfaat menambah hasanah pemahaman dalm mensikapi perbedaan.. Barakalloh fiikum.. Mari Jaga ukhuwah.. Jaga cinta karena Alloh swt
ReplyDeleteSaling menghormati intinya ya mba, terima kasih tulisannya. Ijin share yaa
ReplyDelete