Perjalanan
panjang Pondok Modern Darussalam Gontor bermula pada abad ke-18. Pondok
Tegalsari sebagai cikal bakal Pondok Modern Darussalam Gontor didirikan oleh
Kyai Ageng Hasan Bashari. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di pondok
ini. Saat pondok tersebut dipimpin oleh Kyai Khalifah, terdapat seorang santri
yang sangat menonjol dalam berbagai bidang. Namanya Sulaiman Jamaluddin, putera
Panghulu Jamaluddin dan cucu Pangeran Hadiraja, Sultan Kasepuhan Cirebon. Ia
sangat dekat dengan Kyainya dan Kyai pun sayang padanya. Maka setelah santri
Sultan Jamaluddin dirasa telah memperoleh ilmu yang cukup, ia dinikahkan dengan
putri Kyai dan diberi kepercayaan untuk mendirikan pesantren sendiri di desa
Gontor.
Gontor
adalah sebuah tempat yang terletak lebih kurang 3 km sebelah timur Tegalsari
dan 11 km ke arah tenggara dari kota Ponorogo. Pada saat itu, Gontor masih
merupakan kawasan hutan yang belum banyak didatangi orang. Bahkan hutan ini
dikenal sebagai tempat persembunyian para perampok, penjahat, penyamun bahkan
pemabuk.
Dengan
bekal awal 40 santri, Pondok Gontor yang didirikan oleh Kyai Sulaiman
Jamaluddin ini terus berkembang dengan pesat, khususnya ketika dipimpin oleh
putera beliau yang bernama Kyai Anom Besari. Ketika Kyai Anom Besari wafat,
Pondok diteruskan oleh generasi ketiga dari pendiri Gontor Lama dengan pimpinan
Kyai Santoso Anom Besari.
Setelah
perjalanan panjang tersebut, tibalah masa bagi generasi keempat. Tiga dari
tujuh putra-putri Kyai Santoso Anom Besari menuntut ilmu ke berbagai lembaga
pendidikan dan pesantren, dan kemudian kembali ke Gontor untuk meningkatkan
mutu pendidikan di Pondok Gontor. Mereka adalah;
- KH.
Ahmad Sahal (1901-1977)
- KH.
Zainuddin Fanani (1908-1967)
- KH.
Imam Zarkasyi (1910-1985)
Mereka
memperbaharui sistem pendidikan di Gontor dan mendirikan Pondok Modern
Darussalam Gontor pada tanggal 20 September 1926 bertepatan dengan 12 Rabiul
Awwal 1345, dalam peringatan Maulid Nabi. Pada saat itu, jenjang pendidikan
dasar dimulai dengan nama Tarbiyatul Athfal. Kemudian, pada 19
Desember 1936 yang bertepatan dengan 5 Syawwal 1355, didirikanlah Kulliyatu-l-Muallimin
al-Islamiyah, yang program pendidikannya diselenggarakan selama enam tahun,
setingkat dengan jenjang pendidikan menengah.
Dalam perjalanannya, sebuah perguruan tinggi bernama Perguruan Tinggi Darussalam (PTD) didirikan pada 17 November 1963 yang bertepatan dengan 1 Rajab 1383. Nama PTD ini kemudian berganti menjadi Institut Pendidikan Darussalam (IPD), yang selanjutnya berganti menjadi Institut Studi Islam Darussalam (ISID). Saat ini ISID memiliki tiga Fakultas: Fakultas Tarbiyah dengan jurusan Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Bahasa Arab, FakultasUshuluddin dengan jurusan Perbandingan Agama, dan Akidah dan Filsafat, dan Fakultas Syariah dengan jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum, dan jurusan Manajemen Lembaga Keuangan Islam. Sejak tahun 1996 ISID telah memiliki kampus sendiri di Demangan, Siman, Ponorogo.
Dari beberapa kampusnya yang ada di pulau Jawa, kami pernah beberapa kali berkunjung ke Darul Muttaqien, Gontor 4 Banyuwangi, pernah mampir ke Gontor 2 Siman. Pernah singgah di Darul Makrifat Gontor 3 waktu berkelana ke Gunung Kelud lewat Kediri. Dan beberapa kali ke Universitas Darussalam.
Foto kenangannya sebagian saya rekam di postingan ini.
Saat menunggu santri istirahat di halaman Rabithoh.
Saat jalan-jalan ke kampus Gontor 2 di Siman
No comments:
Post a Comment