"wa aqimus-salata wa atuz-zakata” yang artinya dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat, beberapa kali bisa kita temukan dalam Al Quran. Indahnya Islam, tidak hanya mewajibkan menyembah Alah dengan ritual, tetapi juga mengingatkan pentingnya berperan sebagai makhluk sosial
Jika mendirikan
sholat adalah kewajiban yang langsung berhadapan dengan Allah. Maka
mengeluarkan zakat adalah kewajiban yang terkait dengan sesama manusia,
terutama yang membutuhkan bantuan harta untuk melanjutkan kehidupannya. Artinya,
Islam menekankan agar manusia hidup di dunia harus menempatkan diri sebagai
makhluk individu yang beribadah menurut ritual menyembah Allah sekaligus juga
menempatkan diri sebagai makhluk sosial yang peduli dan mengulurkan bantuan
kepada orang yang membutuhkan dengan cara menyalurkan zakat.
Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)
budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang
dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah
Maha Mengetahui lagi Maha bijaksana”
Delapan asnaf (golongan) tersebut adalah:
1. Fakir
adalah kelompok orang yang tidak mampu bekerja memenuhi kebutuhan pokoknya
2. Miskin
adalah kelompok orang yang telah berupaya, bekerja, mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan pokoknya
tetapi tidak mampu mencukup tak kunjung mencapai standar kelayakan hidup.
3. Pengurus
zakat (amil) adalah orang-orang yang berperan dalam proses mengumpulkan zakat
baik langsung maupun tidak langsung. Termasuk di dalamnya para pegawai LAZNAS baik yang bekerja sebagai pemungut atau pengumpul zakat maupun yang bekerja di belakang meja (administratif)
4. Mualaf
adalah orang yang baru memeluk agama Islam. Sebagian ulama menafsirkannya
sebagai orang yang telah menunjukkan ketertarikan memeluk agama Islam dan perlu
diyakinkan, diikat dengan pemberian zakat karena kondisi finansialnya
5. Budak.
Sebab kini tidak ada lagi perbudakan, sebagian ulama menafsirkan budak di zaman sekarang adalah orang-orang yang
menjadi tawanan dan bisa dibebaskan dengan tebusan yang berasal dari dana zakat.
6. Orang
yang berhutang (gharim) yang disebut dalam At-Taubah:60 adalah orang yang
berhutang kemudian mengalami kesulitan melunasi hutangnya karena kondisi finansial yang
sangat memprihatinkan. termasuk di dalamnya orang yang terjebak hutang pada rentenir. atau orang yang dahulunya mampu kemudian jatuh miskin dan terjebak hutang
7. Fisabililah sebagai salah satu pihak yang berhak menerima zakat adalah para pejuang di jalan Allah, termasuk di dalamnya guru-guru agama, daÃ, ustadz, guru mengaji yang hidup dalam kekurangan.
8. Ibnu sabil disebutkan juga berhak menerima zakat. Ibnu sabil adalah orang-orang yang sedang dalam perjalanan untuk sebuah kepentingan dalam kebaikan kemudian kehabisan bekal karena dirampok, kecurian atau hal lain yang tak bisa diprediksi sebelumnya.
Dan yang perlu diperhatikan, adalah mengutamakan memberikan zakat kepada orang-orang terdekat yang berhak menerima zakat. Tentu bukan mereka yang berada dalam tanggung jawab kita untuk memberi nafkah. Misalnya anak kepada orang tua, bukanlah zakat tetapi kewajiban anak sebagai bentuk bakti. Zakat boleh diberikan kepada kerabat, tetangga, keluarga jauh untuk membantu mereka keluar dari kesulitan.
No comments:
Post a Comment