Beberapa hari belakangan saya sering merenung. Sekarang
zaman udah bener-bener berubah dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Hampir
semua hal dibantu, ditopang, dikerjakan dengan support jaringan internet. Apalagi
di zaman pandemi begini. Bahkan sekolah dan kajian pun didominasi daring,
pembelajaran jarak jauh. Eh gara-gara mantengin My Lecturer My Husband saya
juga baru nyadar, bahkan nonton di bioskop pun rasanya udah nggak zaman. Di layanan
streaming macam WeTV, Netflix, Iflix, HOOQ dan lainnya bermunculan film-film,
series baru. Yang ga bakal ditemuin tayang di bioskop.
Apa sudah sedemikian tergantungnya kita sama
internet ya?
Tapi, menurut saya nih ada hal-hal yang tak bisa
tergantikan oleh kehadiran internet, betapapun kencang koneksinya, dan tak
terbatas kuota.
Adalah :
1. Roh dan jiwa pendidikan
Mendidik tak sama dengan mengajar. Berada dalam lingkungan sekolah, berinteraksi dengan teman, menyaksikan perilaku guru, bertukar pendapat dalam ruang diskusi adalah bagian dari pendidikan. Belajar secara daring berasa banget jiwanya kering. Biasanya anak saya sepulang sekolah suka cerita-cerita tentang hal-hal yang ditemui dalam perjalanan ke sekolah, tentang kejadian di sekolah. Dan ia bisa mendapat hikmah dari semua itu. Di zaman sekolah daring, si anak lebih suka berlama-lama tidur usai subuhan. Ngerjain tugas, laporan lalu kembali menekuni hapenya untuk instagraman, nge-game atau you-tube an. Arrgh. Kuota internet yang sebelum zaman pandemi UNL 7 GB bisa nyisa roll over, sekarang untuk bertahan hingga periode berikutnya masih harus dibantu tukar poin untuk gratis data. Padahal jiwa pendidikan yang seharusnya diterima anak di luar rumah malah nggak ada. Masih beruntung jika selama sekolah daring anak-anak ada yang memantau dan didampingi orang dewasa. Kalau bener-bener sendirian kira-kira ngapain aja coba.
2. Keberkahan majelis ilmu
Dalam sebuah
hadits diriwayatkan
“Tidaklah suatu kaum berkumpul di
salah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid) membaca Kitabullah dan saling
mempelajarinya, melainkan akan turun kepada mereka sakinah (ketenangan), mereka
akan dinaungi rahmat, mereka akan dilingkupi para malaikat dan Allah akan
menyebut-nyebut mereka di sisi para makhluk yang dimuliakan di sisi-Nya”
(HR. Muslim no. 2699).
Betapa ya, pandemi ini memaksa kita mengurangi interaksi dan aktivitas yang mengumpulkan banyak orang, termasuk pengajian demi menekan tingkat dan potensi terjadinya penularan. Padahal keberkahan majelis ilmu rasanya tak bisa digantikan oleh pengajian online melalui zoom dan lainnya (eh tapi itu kan menurut saya. Yang penting kan niatnya Lillahi taála) Saya bersyukur, masih bisa melanjutkan kajian offline di masjid sebab pesertanya juga sangat sedikit dan bisa menjaga jarak.
3. Kebersamaan
Nonton di bioskop rame-rame kayaknya asik ya (padahal saya udah lama banget ngga nonton di bioskop hahahah) Ya udah deh cari contoh lain, buka bersama kan asik ya..duh duh..jadi baper, kayaknya Ramadhan kali ini kagak ada lagi buka bersama, tarawih dan siraman rohani setiap bada Isya’ . Kurang seru ya kalau buka bersama di depan layar zoom, lalu mamerin menu buka puasanya masing-masing. Kagak bisa dicolek dan diicipin hahaha. Yang paling menyedihkan buat saya sih selama pandemi, pondok pesantren nggak membuka kunjungan. Sedih, padahal kunjungan walisantri saat menjenguk anaknya adalah momen kebersamaan yang jarang terjadi. Tapi nggak bisa dibayangkan juga jika selama pandemi pondo tetap terbuka. Kunjungan tiada henti dari seluruh penjuru negeri. Duh ya, bisa-bisa virus keluar masuk tiada hentinya.
Tapi yah,
memang tak ada pilihan. Hanya bisa berdoa agar kondisi pandemi ini bisa
terkendali. Percayalah selalu ada hikmah di balik ujian dan musibah. There’s
blessing in disguise kata orang sana.
No comments:
Post a Comment