catatan seorang ibu, wanita, hamba sahaya yang ingin berbagi pikiran dengan dunia

Transformasi Santri


Semalam grup WA kelas 1 tiba-tiba ramai. Ustadz wali kelas zaman dahulu dan beberapa wali santri berbagi foto lama sekali. Jadi teringat masa-masa waktu awal jadi santri. Sekarang anaknya sudah kelas 5 KMI. Terharu melihat ia bertransformasi.  Baik dari fisiknya maupun mental dan cara berpikirnya.

Kami yang tak pernah mengenyam pendidikan pesantren terkaget-kaget dengan sistem pendidikannya. Waktu capel si mas sempat ingin balik saja, wajahnya tampak tertekan menahan tangis. Maklum anak baru lulus SD. Saya tak bisa bayangkan capel tahun 2020 karena kondisi pandemi tak boleh didampingi orang tua. Biasanya pondok seperti pasar tumpah. Di mana ada tempat kosong disitu digelar tikar, kasur seadanya. Ditempat ayah atau ibu capel. Pemandangan seperti itu tahun ini tak ada lagi.


Teringat saat pengumuman. G1, G2.G3 nomor ujian 555 nggak kesebut. Kami memang sudah pasrah dan tawakal. Sebelumnya juga sudah daftar dan cicil bayar ke pesantren lain sebagai tindakan antisipasi jika tidak diterima. 

Qodarullah nomor ujiannya disebut untuk penempatan G5 (Darul Muttaqien) sekarang jadi G4. Lalu waktu seperti berlari. Hari itu juga usai pengumuman santri baru ini segera berangkat ke kampus yang dituju. Putra kami dan santri yang diterima di G5 berangkat jam 21.00. Sedihnya kami tak bisa mengiringi sebab cuti papanya sudah habis untuk tiga hari. Tapi ia tegar, sebelum berangkat ia bersujud mencium kaki kami. Mata ini mulai berkaca-kaca. Anak yang dikenal bengal di perumahan kami bisa berubah sedemikian rupa. Doa kami tiada henti, harapan tumbuh. InsyaAllah ia akan menjadi insan yang lebih baik lagi. Dan dari balik kaca jendela bus yang membawanya ke ujung timur Pulau Jawa ia melambaikan tangan dengan ceria. Saya tak lagi bisa menahan air mata...

Lalu beberapa hari kemudian dia telepon dengan suara yang serak seperti menahan tangis. Mengabarkan ada beberapa barang pribadi yang "pindah tangan" insyaAllah menjadi wakaf. Mengabarkan juga bahwa ada uang daftar ulang. Oya sabar Nak, pekan depannya insyaAllah kami datang seperti yang telah kami janjikan sebelumnya, tunggu Papa gajian ya.

Lalu hari-hari berikutnya kisah suka duka mengalir silih berganti. "Pa, uangku dipinjam mudabbir 100 ribu nggak dibalikin...(sambil nangis)" Ngga apa-apa nak, insyaAllah menjadi infaqmu kata si Papa. Lain waktu "Ma telpon balik ..(lalu ditelpon balik) aku pinjam Hp Ustadz, mohon doa besok ujian..sudah ya ini sudah antri gantian" (Tabarakallah ustadz wali kelas...ikhlas keluar pulsa agar anak-anak bisa berkabar sebentar, padahal operator selulernya pasti beda-beda ke setiap wali santri)

Waktu liburan tiba, ia menunjukkan perilaku yang membuat kami bahagia. Sopan santunnya begitu kentara. Saya antara kaget dan ingin tertawa. Lha ya, tetangga datang ke rumah untuk bayar pembelian pulsa, dia bukain pintu gerbang dan menyambut dengan cium tangan. Kalau ketemu tetangga jauh saat sedang berjalan, ia sempatkan mengangguk takzim, salam khas santri Gontor yang saya lihat saat di pondok.
Semua tetangga menegur saya "Mas Rafi masyaAllah jadi anak shalih, tawadhu' tenan" (aamiin) Rata-rata begitu kata mereka yang terkaget-kaget dengan perubahannya...maklum kan dulu dikenal biang kerok dan sering usil jahil terutama pada anak-anak yang lebih kecil.
Ia juga cerita sempat diajak mudabbirnya kerja bakti di rumah pak kyai. Kisah yang indah karena usia kerja bakti diajak makan bersama dengan lauk daging hihihi. Lauk mewah buat santri.
Pernah cerita juga usai dimintai tolong seorang ustadz untuk isi dispenser eeh dapat rezeki diberi nasi bungkus. MasyaAllah ....

Lalu kelas 2 Qodarullah dipindah ke pusat. Adaptasi lagi karena ada peraturan (tak tertulis) yang berbeda. Misalnya, di pusat kemeja yang dikenakan untuk sekolah tidak boleh yang berwarna gelap. Selama setahun bersama anak-anak pindahan dari cabang lain, ia ditempatkan di Syanggit.

Liburan kelas 1 dan 2 KMI si mas mengisi waktu senggang dengan banyak tidurnya hahah ya...nggak apa, di pondok pasti kurang tidur. 

Kelas 3 adalah kelas penuh drama. Awal tahun diisi dengan gembira karena ia terpilih menjadi salah satu anggota Paskibra (sayang ngga punya fotonya karena kami tidak bisa ke sana hiks). Dan di tahun ini pula dia menderita sakit hingga berbulan-bulan. Sakit kulit yang parah. Nanah dan darah hampir di seluruh tubuhnya, hingga tak bisa berjalan normal karena kakinya luka parah. Jari tangannya sampai tak bisa digerakkan. Sampai kami harus bolak balik ke pondok untuk menemaninya berobat. Saya sempat 9 hari di pondok merawat luka-lukanya. Sembuh sebentar, kambuh lagi, terus begitu hingga semester berikutnya. Hingga akhirnya kami minta izin ke pengasuhan membawanya pulang berobat selama 10 hari. Dokter spesialis ketiga (sampai tiga kali ganti dokter spesialis loh) yang di sini sampai geleng-geleng kepala saat menulis resep. Bingung katanya. Antara scabies, infeksi dan alergi. Qodarullah Alhamdulillah Allah Maha Segala...dalam waktu singkat yang kami tak mengira bahwa ia bisa sembuh tanpa keluhan.
Liburan kelas 3 diisinya dengan dolan ke Malang bersama teman-teman sekelas. Dan rasanya dia mengisi hari-harinya dengan dolan..dolan..dolan.. ya wis ora opo...meski sempat bersitegang sama Emaknya ini yang nggak sabaran.

Kelas 4 Alhamdulillah dilalui dengan tenang. Maturnuwun ya Allah..usai pengalaman di kelas 3 yang mengerikan, yang membuatnya patah semangat dan minta mundur, ia masih terus bersemangat. Prestasi akademiknya Alhamdulillah cukup membahagiakan..(maaf ustadz..screen shot dari Hp nggak izin, saya izin di sini buat kenang-kenangan)
Dan foto-foto per kelas yang bertebaran saat momen-momen khusus

 Semua merekam perjuangan dan segala kenangan. 

.
Lihat wajahnya bahagia seperti ini, haru mengenang perjuangan sebelumnya. 


Dan lalu ...tiba-tiba kelas lima, Liburan yang nyaris full di rumah karena pandemi, ngga bisa kemana-mana. Paling keluar ke toko dekat-dekat rumah atau beli roti sama adik dan papanya.
Dia menghabiskan waktu dengan belajar editing, membuat kata-kata motivasi bergambar, melemaskan tangan dengan menulis kaligrafi pendek dan membuat kliping foto-foto serta print out lagu-lagu campursari. Kliping yang dibawanya ke pondok untuk pelipur lara dan penyuntik spirit juang katanya. 
Sempat pula membimbing tetangga, santri pondok lain yang SFH untuk belajar bahasa Arab. "Santri kok ga bisa bahasa Arab yo Ma?" katanya heran hahaha. Dia sempat pula nanya-nanya ke beberapa tetanggan yang mondhok: belajar kitab apa saja. Dan mereka bilang nggak tahu..maka makin memandang anehlah dia ke teman-temannya itu. Ya saya cuma bisa bilang, kan yang dipelajari di tiap pondok berbeda Mas, jadi gak bisa dibandingkan satu sama lain...

Dan waktu balik pondok pun tiba..empat hari kemudian Hp berbunyi.
Ya Allah sedikit kaget ..waktu dia telpon usai balik ke pondok "Ma....bagaimana ini kok aku jadi mudabbir GBS, aku khawatir nggak sabar menghadapi anak baru" curhatnya. Dia merasa jutek, nggak sabaran, jadi khawatir melakukan sesuatu di luar kontrol.
Bismillah ya Nak, InsyaAllah bisa, perbanyak sholawat dan istighfar. Kalau sudah nggak sabar sampai ubun-ubun, pergilah cari air untuk cuci muka. Nasihat saya seperti itu.
Ingat bagaimana kamu dulu jadi santri baru diperlakukan mudabbirmu, yang baik pertahankan untuk melakukan hal yang sama. Yang buruk tinggalkan jangan diteruskan menjadi warisan keburukan yang nanti tak ada habisnya.

ya Allah...semoga Dzat Yang Maha Pengenggam memperkenankan ananda kami ini melalui pendidikan kelas 5 dan 6  KMI nanti hingga lulus dengan baik dan ilmunya membawa keberkahan dunia akhirat.

Betapa pendidikan di sini sangat mahal dan berharga karena ditebus dengan harta, darah dan air mata ...

Jadi, buat para wali santri yang hari ini, 23 Juni 2020, putra putrinya menempuh ujian tulis sebagai seleksi terakhir untuk penerimaan santri tahun ini, semoga selalu ingat bahwa nanti ..jika rezeki ananda diterima di pondok tercinta ini, hasil tersebut bukanlah akhir perjuangan, melainkan awal dari jalan berliku, panjang dan penuh kejutan.
Bagi yang ternyata (mungkin) belum rezeki untuk menjadi santri, semoga ingat perjuangan anak-anak ini begitu besar, maka besarkanlah hatinya. Anak-anak usia belasan tahun harus menempuh ujian dan karantina capel tanpa didampingi orang tua. Bayangkan betapa terkaget-kaget ketika harus menemui perubahan drastis dalam hidupnya. 

Selamat memperbaiki niat, menguatkan tekad dan memperbanyak doa serta shalawat demi kebaikan penuh maslahat. 
Share:

No comments:

Post a Comment

BloggerHub

Warung Blogger

KSB

komunitas sahabat blogger

Kumpulan Emak-emak Blogger

Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Powered by Blogger.

About Me

My photo
Ibu dua putra. Penulis lepas/ freelance writer (job review dan artikel/ konten website). Menerima tawaran job review produk/jasa dan menulis konten. Bisa dihubungi di dwi.aprily@gmail.com atau dwi.aprily@yahoo.co.id Twitter @dwiaprily FB : Dwi Aprilytanti Handayani IG: @dwi.aprily

Total Pageviews

Antologi Ramadhan 2015

Best Reviewer "Mommylicious_ID"

Blog Archive

Labels

Translate

Popular Posts

Ning Blogger Surabaya

Ning Blogger Surabaya

Labels

Labels

Blog Archive

Recent Posts

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.