Libur akhir tahun lalu kami berkunjung ke rumah Ibu. Ini Ibuku, InsyaAllah tahun ini usia beliau
memasuki kepala tujuh, teriring doa kami agar beliau sehat selalu. Terkadang muncul rasa bersalah tak bisa sering-sering
mengunjungi Ibu, di sisi lain Ibu juga tidak berkenan tinggal bersama putra
putrinya, meninggalkan ribuan kenangan di rumah yang telah beliau tinggali
selama berpuluh-puluh tahun lamanya.
Begitulah sosok Ibuku yang memilih tinggal sendirian. Beliau selalu memegang teguh pendirian. Sekali berkata A maka tidak akan berubah selamanya. Meski sedikit keras kepala tetapi pada beberapa hal ibuku bersikap cukup fleksibel, misalnya seperti cara beliau mendidik anak-anaknya. Dahulu, beliau tidak memerintah dan mewajibkan kami membantu tugas-tugas rumah. Tetapi kami dengan kesadaran pribadi berinisiatif membantu beliau yang repot mengurus segala sesuatunya sendiri. Saudara-saudara beliau mengenalnya sebagai pribadi yang keras hati, tetapi kami anak-anaknya mengenang beliau sebagai sosok yang tak pelit berbagi.
Dua puluh tahun tinggal bersama ibu, aku bisa paham hal-hal yang bisa mengubah wajah cerianya berubah menjadi kelabu. Salah satunya adalah jika kami mengabaikan yang beliau katakan. Maka, meski jarak memisahkan, aku akan selalu ingat tiga pesan yang beliau ucapkan:
1.
Jangan menggantungkan diri pada suami
Ibuku
adalah single parent sejak aku duduk
di bangku kelas dua SMA. Semenjak Ayah sebagai
satu-satunya tulang punggung ekonomi meninggal dunia, kehidupan kami semakin
merana. Ibu harus meminta bantuan sanak saudara yang lebih kaya untuk membiayai
sekolah kami berempat. Kepahitan itu membuat ibu berpesan agar anak-anak wanitanya harus mampu
mencari nafkah sendiri dan tidak bergantung secara ekonomi pada suami. Hingga kini meski tak lagi bekerja kantoran dan menerima gaji, aku tetap berusaha mengais rezeki. Alhamdulillah, meski statusku ibu rumah tangga masih bisa berkarya sebagai penulis dan pekerja lepas serta mendapatkan penghasilan berupa fee dan komisi. Semua kulakukan karena pesan Ibu di suatu hari yang kuingat hingga nanti. Langkahku mengais rezeki terasa lebih ringan pasti karena doa yang beliau panjatkan sambil menengadahkan jemari. Kini kusadar secara implisit Ibu berpesan agar kami hanya bergantung pada Tuhan, tidak pada sesosok insan.
2.
Berbagilah
Salut
pada ibuku, meski sepeninggal Ayah kondisi ekonomi kami dalam masa sulit beliau tak pernah
pelit. Bahkan beliau dengan alasan kasihan terpaksa membayar angsuran talangan orang selama berbulan-bulan karena nama
beliau dipinjam seorang petugas di sebuah instansi pemerintahan untuk pinjaman
lunak di sebuah bank. Kadang kupikir karena ibu mudah jatuh kasihan maka orang lain pun memanfaatkan. Ketika kondisi ekonomi kami membaik setelah anak-anaknya mulai mendapat penghasilan,
ibu menjadi donatur tetap panti asuhan sebagai rasa syukur kepada Tuhan. Jika
di rumah sedang panen pisang, jeruk, srikaya ibu membagi-bagikannya dengan
percuma kepada para tetangga. Hinggi kini aku masih pontang-panting mengikuti jejaknya untuk rajin berbagi tanpa berhitung dan merasa pening. Tetapi setiap kali aku berderma, rezeki mengalir dari pintu mana saja. Pesan Ibu sungguh luar biasa.
3.
Hindari membuang makanan
Ibu
paling tidak suka melihat makanan
terbuang sia-sia. “Mubadzir
itu bisikan setan,” ibuku berkali-kali berpesan. Maka sejak kecil
tak pernah kujumpai makanan terbuang. Masakan yang tidak dihabiskan hari itu
diolah keesokan hari menjadi menu yang berbeda untuk sarapan. Nasi goreng lezat dari nasi sisa kemarin.
Ayam goreng tak habis bisa disulap menjadi ayam suwir bumbu merah. Jika di rumah
tiba-tiba berlimpah makanan karena hantaran dari tetangga, ibu segera
menyisihkan sebagian untuk diberikan ke tetangga lain yang kurang mampu tetapi
anggota keluarganya banyak sekali. Sesegera mungkin, sebelum makanan itu
menjadi makanan sisa kemarin atau makanan basi. Kalaupun nasi sisa hampir basi diberikan kepada tetangga peternak ayam dan berpesan agar nasinya dijadikan pakan ayam piaraan. Aku selalu ingat pesan Ibu untuk tidak membuang-buang makanan. Maka aku terbiasa menakar masakan agar habis dalam sehari, dan selalu ingat untuk menyegerakan membagikan makanan apabila berlebihan kepada satpam perumahan atau anak-anak di panti asuhan.
Tiga pesan ibu itu layaknya benda keramat. Nasihat beliau akan selalu kuingat. Darinya aku mendapat ilmu luar biasa yang tak kuperoleh di bangku sekolah. Ibu tak hanya menghujaniku dengan nasihat untuk membuatku taat, namun beliau memberikan tauladan yang akan selalu kuingat. Aku yakin karena doa beliau juga, membuatku kuat menghadapi kerasnya kehidupan dunia.
Ibuku bukan malaikat. Terkadang kami pun berbeda pendapat. Tetapi itu bukan alasan untuk membenci ibu, apalagi berani membantah kata-katanya meski dalam hati tak setuju. Bagaimana aku berani membantahnya jika ia yang mengajariku membaca dan bicara. Jauh di lubuk hati aku diam-diam merasa berdosa jika bersungut-sungut di belakangnya. Ketika melakukan apa yang ia inginkan dengan keikhlasan setengah hati saja. Sungguh lirik lagu Jasmine Elektrik menyeruakkan haru di dalam dada.
Kau ajariku berjalan
Membimbingku perlahan
Hingga tercapai segala yang kucita-citakan
Selama ku dibesarkan selama ku dipelukan
Begitu banyak dosa yang tlah aku lakukan
Buat ibu terluka
Buat ibu kecewa
Mohon ku diingatkan
Mohon ku dimaafkan
Kukayuh perahu menuju pulau citaku
Diiringi doa nasehat bijakmu Ibu
Kuarungi hidup
Berbekal ilmu darimu
Kasih sayangmu ibu, tak terbantahkan....
Waktu
Versi lengkap lagu #JasmineElektrikCeritaIbu bisa dilihat di video berikut ini:
Kuarungi hidup
Berbekal ilmu darimu
Kasih sayangmu ibu, tak terbantahkan....
Waktu
Versi lengkap lagu #JasmineElektrikCeritaIbu bisa dilihat di video berikut ini:
Salam buat Ibu ya, Kak. Semoga sehat dan senantiasa dalam lindungan-Nya.
ReplyDelete