Selasa 12 April 2022 saya dan sekitar seratus
blogger berkesempatan hadir dalam webinar Pekan Imunisasi Dunia 2022 yang
diselenggarakan oleh Direktorat Pengelolaan
Imunisasi Kementerian Kesehatan.
Pemateri webinar adalah Prof. Prof. Dr. dr. Hinky Hindra Irawan Satari, SpA(K) dan Prof. DR. dr. Soedjatmiko, SpA (K), Msi. Kedua profesor ini dipilih menjadi pemateri berkaitan erat dengan tema besar tentang pentingnya imunisasi serta penanganan atau respon terhadap KIPI (Kasus Ikutan Pasca Imunisasi)
Prof. DR. dr.
Soedjatmiko, SpA (K), Msi. Mengupas pentingnya imunisasi baik dalam skala kecil
per individu, lingkup keluarga hingga hidup bermasyarakat.
Pemerintah telah
mewajibkan imunisasi dasar untuk bayi baru lahir. Imunisasi
dasar lengkap wajib diberikan kepada bayi berusia 0-11 bulan. Imunisasi tersebut
mencakup DPT-HB-Hib, polio tetes, polio suntik, dan campak rubela.
Jenis imunisasi dasar untuk anak yang ditetapkan pemerintah adalah
sebagai berikut:
Usia 1 Bulan = BCG Polio 1, Mencegah
Penularan Tuberculosis dan Polio
Usia 2 Bulan = DPT-HB-Hib 1 Polio 2, Mencegah Polio,
Difteri, Batuk Rejan, Tetanus, Hepatitis B, Meningitis, & Pneumonia
Usia 3 Bulan = DPT-HB-Hib 2 Polio 3
Usia 4 Bulan = DPT-HB-Hib 3 Polio 4
Usia = 9 Bulan Campak Mencegah
Campak
Untuk
imunisasi lanjutan, anak usia 18-24 bulan bisa diberikan imunisasi DPT-HB-Hib
dan campak rubela. Imunisasi masih perlu dilanjutkan saat anak menginjak usia
SD. Anak kelas 1 SD diberi imunisasi campak rubela dan DT sementara anak kelas
2 dan 5 SD menerima imunisasi Td.
(Sumber:
Sehatnegeriku.kemkes.go.id)
Pentingnya Imunisasi |
Secara garis besar, imunisasi memiliki enam peran penting yaitu:
1. Langkah proteksi sejak dini
Ibarat sedia payung sebelum hujan, seperti itu pula fungsi imunisasi bagi bayi baru lahir. Imunisasi membantu membentuk dan memperkuat sistem kekebalan tubuh. Meski tidak menjamin 100 persen efektif mencegah penyakit tertentu, sistem kekebalan tubuh akan lebih kuat dengan pemberian vaksinasi. Sehingga ketika virus menyerang tubuh tidak bergejala apapun, atau andai virus tersebut menyebabkan penyakit maka gejala yang dialami akan lebih ringan dan penderita yang sudah menerima imunisasi akan lebih cepat sembuh dibandingkan penderita yang belum diimunisasi.
2. Meminimalisir biaya pengobatan tak terduga.
Tidak ada seorang pun ingin menderita sakit. Apalagi jika biaya perawatan rumah sakit dan pengobatan semakin mencekik. Imunisasi membantu mengurangi resiko terpapar penyakit sehingga secara tidak langsung meminimalisir biaya pengobatan tak terduga.
Imunisasi dasar yang ditetapkan pemerintah bertujuan meminimalisir bayi baru lahir terpapar penyakit yang bisa menyebabkan cacat dan kematian. Biaya perawatan akibat terpapar virus RUBELLA dipaparkan Prof. DR. dr. Soedjatmiko sebagai berikut.4. Mencegah wabah penyakit
Penyakit akibat virus bisa menular dengan cepat dan menjadi wabah. Pada kondisi tingginya jumlah penderita, kasus wabah menyebabkan Kondisi Luar Biasa. Imunisasi membantu menekan terjadinya wabah penyakit dan Kasus Luar Biasa.
Kasus penyakit yang bisa ditekan dengan imunisasi, Sumber materi Prof Soedjatmiko |
Memberikan imunisasi dasar pada anak menunjukkan peran dan kepedulian dalam hidup bersosialisasi dan bermasyarakat. Sebab pemberian vaksin bisa membantu terbentuknya herd immunity yaitu kekebalan kelompok. Ketika kekebalan kelompok terwujud diharapkan populasi tersebut lebih kebal terhadap penyakit, dengan demikian mematuhi peraturan imunisasi dasar sama halnya dengan peduli kepada kesehatan dan keselamatan orang lain.
6. Mencetak generasi berkualitas
Generasi berkualitas terbentuk dari anak-anak yang sehat jiwa raga. Pemberian imunisasi bertujuan meminimalisir kasus wabah penyakit sehingga terwujud generasi berkualitas harapan bangsa.
Prof. DR. dr. Soedjatmiko, SpA (K), Msi lebih lanjut mengungkapkan bahwa penyakit Campak, Rubella, Difteri dan Tetanus masih menjadi ancaman bagi manusia. Namun dengan imunisasi terbukti prosentase kasus terpapar menurun secara signifikan (data terlampir)
Data Penderita Penyakit Campak Rubella, Difteri, Tetanus, Sumber materi Prof. DR. dr. Soedjatmiko |
Prof. Dr. dr. Hinky Hindra Irawan Satari, SpA(K) lebih khusus
membahas tentang masalah KIPI (Kasus Ikutan Pasca Imunisasi) Kekhawatiran
terhadap KIPI menjadi salah satu alasan orang tua enggan memberikan imunisasi
pada anak-anaknya. Prof Hindra menegaskan bahwa tidak semua gejala kondisi
tubuh yang berbeda usai imunisasi dapat dikategorikan sebagai KIPI.
Pertimbangan untuk menentukan apakah reaksi tubuh termasuk
KIPI atau bukan didasarkan pada banyak faktor antara lain: apakah gejala
tersebut terjadi secara konsisten, apakah gejala tersebut juga diderita
penerima vaksin lain, apakah secara dasar ilmu biologi gejala atau efek samping
itu bisa terjadi.
Penentuan apakah gejala yang dirasakan penerima vaksin tidak selalu disimpulkan sebagai KIPI. Sebab dalam beberapa kasus bisa saja terjadi:
1. Reaksi tubuh pada kandungan vaksin (lazim terjadi) misalnya seperti demam pada DPT
2. Reaksi tubuh yang terjadi karena defek/vaksin yang cacat seperti misalnya vaksin rotavirus generasi pertama.
3. Reaksi tubuh karena kekeliruan prosedur pemberian imunisasi contohnya jika terjadi transmisi infeksi melalui vial multidosis yang terkontaminasi.
4. Reaksi yang terjadi karena kecemasan berlebihan terhadap proses imunisasi. Contohnya terjadi vasovagal syncope pada orang dewasa muda setelah vaksinasi
5. Kejadian koinsiden/kebetulan
Misalnya terjadi demam setelah imunisasi yang ternyata setelah diteliti ditemukan parasit malaria di dalam darah.
Lebih lanjut Prof Hindra menegaskan bahwa masyarakat
hendaknya tidak khawatir terhadap KIPI. Sebab vaksin yang diberikan
telah melalui proses uji coba yang panjang. KIPI juga bisa terjadi sebagai
proses reaksi alamiah pada saat proses pembentukan antibodi.
Poin penting tentang KIPI. Sumber materi Prof Hindra |
Pada Sesi Tanya Jawab bersama, terdapat beberapa poin penting
yang perlu dicatat, antara lain:
1. Pemerintah memberikan secara gratis seluruh rangkaian Imunisasi
dasar sebagai yang diberikan di instansi fasilitas kesehatan pemerintah (RS dan
Puskesmas) dan Posyandu serta imunisasi lanjutan yang biasanya diberikan melalui
sekolah-sekolah. Imunisasi berbayar biasanya ditawarkan pihak swasta dan
merupakan imunisasi tambahan.
2. Tidak ada kata terlambat untuk imunisasi. Prof Soedjatmiko
menyatakan bahwa anak dikatakan terlambat mendapatkan suntikan imunisasi jika
telah terpapar penyakit yang disebabkan oleh virus
3. Berkaitan dengan isu kehalalan bahan dalam proses pembuatan vaksin,
Prof Soedjatmiko mengingatkan isi fatwa MUI No.4 tahun 2016 bahwa vaksinasi
hukumnya boleh. Dan manakala vaksinasi/imunisasi tersebut bisa mencegah sakit
atau cacat maka hukumnya menjadi wajib.
4. Adalah diperbolehkan memberikan imunisasi / jenis vaksin
berbeda secara bersamaan, misalnya polio diteteskan bisa diberikan bersamaan
dengan DPT-HB-Hib yang disuntikkan. Pemberian
vaksin harus pada hari yang sama, tidak perlu beda hari. Jika beda hari, maka
lebih baik vaksin yang berbeda tersebut diberikan 4-6 minggu berikutnya
5. Pneumonia adalah salah satu penyakit
yang bisa menyebabkan kematian. Imunisasi PCV (Pneumococcal Conjugate Vaccine)
adalah langkah proteksi untuk mencegah anak terpapar pneumonia. Prof Soedjatmiko menyatakan bahwa imunisasi PCV secara
bertahap akan diberikan secara gratis di seluruh Indonesia. Hingga tahun 2022
baru beberapa provinsi yang telah menerapkan imunisasi PCV gratis.
Webinar Pekan Imunisasi Dunia 2022 ini mengingatkan kembali pentingnya imunisasi sebagai bagian dari upaya melindungi anak agar tak mudah terpapar penyakit berbahaya. Imunisasi adalah langkah proteksi, ikhtiar untuk mencegah wabah dan penyakit yang bisa menyebabkan sakit parah atau cacat seumur hidup sehingga menurunkan kualitas hidup seseorang. Bersyukur kedua anak saya telah diimunisasi dasar lengkap dan mereka tidak mengalami penyakit berbahaya serta tidak mengalami KIPI luar biasa.
Ternyata sepenting itu imunisasi, dulu sering nyepelein banget padahal itu sangat penting buat masa depan si kecil. Nah ini Moms perlu tahu pentingnya imunisasi jadi gak boleh sampai telat.
ReplyDelete