Hari ini saya mendapatkan
pelajaran, betapa sering melupakan manisnya iman. Seringkali pikiran disibukkan
hal-hal duniawi. Kekhawatiran akan masa depan, tingginya biaya pendidikan,
inflasi yang tak terkendali, bahkan sekadar berpikir tentang menu makanan. Padahal semua itu bukanlah sesuatu yang pasti. Sebab yang pasti datang adalah kematian. Dan iman Islam yang dipertanggungjawabkan. Allah mengingatkan saya dengan cara tak diduga. Ketika menyaksikan seseorang
mengucapkan ikrar memeluk Islam, mengucapkan dua kalimat syahadat untuk pertama
kalinya.
Menepi untuk sejenak mawas
diri, merecharge hati dengan hal-hal bersifat spiritual seringkali terlupakan,
bahkan terpinggirkan. Lebih seringnya masalah duniawi menyita waktu dan tenaga,
tetapi memikirkan akhirat juga bukan karena kita tak butuh uang dan materi.
Sebab berjuang hidup di dunia, biaya sekolah, berinfaq dan sedekah semua membutuhkan biaya. Tetapi seringkali kita
melupakan esensi bahwa semua materi yang kita peroleh dan belanjakan itu
hendaknya dalam koridor syariat, di jalan Allah. Dan tujuan utamanya untuk bagaimana menumpuk uang sebanyak-banyaknya, tetapi bagaimana membelanjakan
di jalan yang Allah cinta.
Kajian Fiqih Bada Subuh di
Masjid Al Ukhuwwah Perumahan Permata Sukodono Raya, 3 April 2021
menyajikan pelajaran yang sangat berharga. Pelajaran hikmah tentang mahalnya
hidayah. Bagi kita yang memeluk Islam “sebagai warisan” dari kedua orang tua,
mungkin sering lalai nikmatnya iman Islam. Tinggal melakukan apa yang diajarkan orang tua dan guru agama di sekolah. Sholat, puasa dan lainnya. Hingga kadang tak disadari, melakukan kewajiban itu sekadar gugur kewajiban, entah bagaimana kualitasnya pikir nanti. Tetapi menyaksikan seseorang yang
menitikkan air mata ketika mengucap syahadat untuk pertama kalinya, turut
merasakan nikmat luar biasa.
“Itu air mata kebahagiaan, karena telah menemukan cahaya iman, ketika
menyadari bahwa tiada Tuhan melainkan Allah,” begitu kata Dr. Zakir Naik dalam
rekaman video di youtube ketika menuntun seorang muallaf muslimah bersyahadat.
Ustadz Ahmad Habibul Muiz
menitipkan pesan bahwa prosedur memeluk agama Islam sangatlah mudah tidak ada
biaya, tidak butuh aneka persyaratan. Hanya mengucapkan syahadat dan
menjalankan ajaran Islam sesuai syariat.
Ustadz memastikan bahwa
saudari Silvia Wijaya tidak berada dalam paksaan atau tekanan ketika memutuskan
masuk Islam. Ustadz sempat menuntun saudari Silvia mengulang dua kali ketika mengucapkan dua kalimat syahadat. Kemudian dilanjutkan mengucapkan
arti syahadatain dalam bahasa Indonesia. Usai prosesi, jamaah Masjid Al Ukhuwwah membaca doa
bersama untuk teguhnya iman.
Menutup prosesi pengucapan kalimat syahadat, Ustadz Ahmad Habibul Muiz mengingatkan agar saudari Silvia belajar menjalankan syariat Islam dengan sebaik-baiknya. Belajar bacaan sholat dibimbing guru atau saudara yang telah memeluk Islam lebih dulu, menjaga kualitas sholat lima waktu dengan sholat tepat waktu. Dan sambil saudari Silvia belajar syariat Islam lebih intensif, ustadz Habib menyarankan beliau untuk mendirikan sholat dengan bermakmum dalam sholat jamaah. Ustadz juga mengingatkan agar tak lupa mandi besar sebagai persyaratan masuk Islam (Jadi mengingat lagi pelajaran fiqih bahwa mandi besar wajib hukumnya ketika : seseorang masuk Islam (muallaf), suci dari darah haid/nifas/wiladah, bertemunya dua kemaluan, keluarnya mani dan kematian)
Ketika kembali ke barisan
jamaah wanita, saudari Silvia disambut dengan salam dan pelukan hangat dari
sesama muslimah. Tak terasa air mata bercucuran menyambut indahnya hidayah.
Ustadzah Lina Ariani, istri Ustadz Habib kembali mengingatkan kepada teman-teman
beliau untuk menuntun saudari Silvia mandi besar sebagai salah satu sahnya
masuk Islam. Tata caranya seperti mandi besar ketika menyucikan diri usai haid atau mandi junub tetapi disunnahkan dalam air mandinya ditambahkan daun bidara.
Sungguh mahal harga hidayah.
Sebab datangnya langsung dari Allah. Tak hanya cukup menunggu datangnya, tetapi
hidayah harus diperjuangkan dengan segala upaya. Dengan membuka hati, menemukan
hikmah dari ayat-ayat Al Quran yang ditadabburi. Dari kata hati di hari-hari
sunyi, dalam sujud-sujud panjang yang seolah tak bertepi.
No comments:
Post a Comment