Matahari 1 Syawal 1441 H |
Alhamdulillah setelah sebulan penuh berpuasa Ramadhan. Kini tiba saatnya berhari raya. Meski dalam hati saya bertanya pada diri sendiri. Apa yang harus dirayakan jika ibadah masih compang-camping?
Bersyukur di tengah pandemi, Masjid Al Ukhuwwah di perumahan kami akhirnya menyelenggarakan sholat Idul Fitri. Meski harus melalui tarik ulur dan penuh drama. Awalnya terbit kesepakatan di bawah anjuran Plt Lurah Sukodono bahwa di Kelurahan Sukodono, masjid-masjid sepakat tidak menyelenggarakan sholat Idul Fitri berjamaah. Hingga tanggal 20 Mei terbit maklumat baru dari Pemkab Sidoarjo bahwa bagi wilayah yang masih hijau dan kuning dalam kasus Covid-19 diperbolehkan menyelenggarakan sholat Ied berjamaah dan khusus untuk lingkungan setingkat RT/RW.
Alhamdulillah, Masjid Al Ukhuwwah berada di RW 07, Zona Hijau dan diperbolehkan menyelenggarakan sholat Ied hanya untuk internal warga RW 07 atau perumahan.
Meski demikian sholat Ied harus melalui protokol kesehatan: wajib pakai masker dari
rumah, jaga jarak, periksa suhu dengan thermogun, cuci tangan dengan air
mengalir dan sabun, mengenakan hand sanitizer
Pintu masuk dibedakan untuk laki dan perempuan.
Di pintu masuk, para jamaah dicek suhunya dengan thermogun. Ada air dan sabun cair untuk cuci tangan, serta wajib pakai hand sanitizer. Disediakan plastik untuk tempat sandal dan koran sebagai alas sholat. Tak lupa panitia juga menyediakan air mineral dalam kemasan botol, gratis bagi jamaah.
Bertindak sebagai imam dan khotib adalah Ustadz Handoyo, ustadz yang dahulu mengajar mengaji ibu-ibu termasuk saya mulai dari nol hingga bisa membaca AL Qurán
Saya sempat mencatat rangkuman poin-poin isi khotbah beliau sebagai berikut:
Kewajiban berpuasa bagi umat muslim disebutkan dalam QS Al
Baqarah ayat 183
Ramadhan kali ini berbeda, karena kita diuji dengan wabah
virus corona.
Terbentuk 3 golongan karena adanya ujian tersebut, yaitu:
1. Orang yang terlalu khawatir dengan virus corona. Hatinya
was-was. Lupa pada kekuasaan Sang Maha Kuasa. Lebih khawatir kepada virus corona daripada Dzat Yang Memperkenankan virus ini ada.
2.Golongan yang terlalu merasa mampu mengalahkan virus
corona. Menyepelekan. Takabur. Meremehkan ujian Allah, merasa: ah cuma gitu
doang, aku nggak bakal tertular.
3. Orang yang berada di tengah.
Sebaik-baik perkara adalah yang di tengah.
Tidak terlalu khawatir terhadap virus corona, tetapi juga tetap berikhtiar agar tidak tertular.
Ujian ini sesuai dengan QS Al Ankabut ayat 2:
"Apakah manusia itu
mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah
beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?"
Usai Ramadhan, tolak ukur kesuksesan puasa Ramadhan kita adalah:
1. Penilaian iman dan
ketaqwaan kita, apakah meningkat?
2. Kualitas sholat.
Apakah bisa menahan dari perbuatan keji dan munkar
3. Infaq kita apakah akan berlanjut ke bulan selanjutnya
meski bukan Ramadhan?
4. Al Quran, apakah akan senantiasa menjadi pedoman hidup
kita. Atau kita ingkar?
Jangan lupa selalu bersyukur. Hanya untuk mewujudkan raasa bersyukur saja kita
meminjam hati, lidah dan bibir pemberian Allah....
Lalu bagaimanakah bentuk syukur sejati dari diri kita?
Sebab semua bentuk syukur tersebut dilafadzkan, dilantunkan dengan meminjam atribut, nikmat
dari Allah. Jadi ngga usah sombong deh wahai manusia...
Sholat Ied berakhir tanpa
bersalam-salaman, usai khotbah langsung pulang dan tidak berkumpul dalam
kerumunan.
No comments:
Post a Comment