Ternyata ini tradisi di PMDG setiap menjelang akhir semester, terutama semester akhir tahun ajaran. Dan saat Khutbatul Arsy, bersama rekan sekelas dan wali kelas
Beruntung wali santri zaman sekarang bisa mendapatkan kiriman foto-foto itu. Entah dari sesama wali santri yang kebetulan sedang berkunjung ke pondok dan turut mengabadikan perfotoan. Atau dari kiriman ustadz yang baik hati. Atau copas sembunyi-sembunyi dari akun media sosial.
Setiap jepretan kamera yang pasti mampu merekam kenangan, meskipun sebagian. Tak menjadi masalah ketika segera usai pemotretan tersebut para santri tak bisa langsung melihat hasilnya. Sebab tak diperkenankan membawa handphone. Toh sebagian besar orang tuanya pasti menyimpan kenangan demi kenangan itu. Menjadi saksi perjuangan.Hampir setiap sudut ikon pondok menjadi latar belakang. Dan tentu berbagai pose bersama rekan seperjuangan.
Tak ketinggalan berpose bersama ustadz yang dihormati penuh kesantunan. Yang telah susah payah mendidik dan memberikan bimbingan.
Mereka yang tak pernah mengalami menganggap para pejuang ini insan-insan gagah.
Yang belum pernah mencecap dan merasai kisahnya sendiri entah sebagai santri atau wali bisa hepi-hepi selfie di depan masjid raya.
Sebagian besar menganggap lolos seleksi adalah garis finish padahal hanya permulaan dari perjuangan besar di depan mata.
Diam-diam setiap mengumpulkan kenangan, setiap itu pula orang tua mereka merapal doa sekuat tenaga agar mampu bertahan hingga akhir perjuangan.
Kini saya paham jika alumninya berkata it's not just a school, it's home, it's dream, it's a story, it's history.
No comments:
Post a Comment