Bagaimana
proses turunnya ilmu kepada manusia/umat Islam?
Ustadz
Salim A Fillah mengawali seri imam empat madzhab dengan pemaparan tentang bagaimana
umat Islam menerima ilmu. Beliau menjelaskan beberapa hal berikut:
1.
Allah
berfirman: ilmuilah bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Artinya Islam merupakan
agama yang didasarkan ilmu.
2.
Di
zaman Rasulullah, firman-firman Allah turun untuk menjawab permasalahan yang
dihadapi umat muslim. Firman Allah itu bisaa berupa ayat Al Quran yang
diturunkan kepada nabi, atau berupa hadits Rasulullah. Salah satu contoh adalah
ayat-ayat yang mengatur tentang hutang piutang, muamalah. Dan jika tidak
dijelaskan secara detail di dalam Al Quran maka hadits Rasulullah menjawabnya
dengan sempurna, misalnya tentang tata ara sholat khauf, ketika dalam kondisi
berperang dengan pasukan pimpinan Khalid bin Walid yang saat itu masih kafir.
3.
Ketika
Rasulullah wafat maka tidak ada lagi firman Allah yang turun. Para sahabat dan
umat merasa kehilangan. Ada cerita tentang ibunya Usamah bin Zaid, Ummu Aiman.
Ketika Abu Bakar dan Umar berkunjung ke rumah Usamah, mereka melihat Ummu Aiman
sedang menangis. Abu Bakar menegur kenapa Ummu Aiman mengapa masih menangisi
Rasulullah padahal Rasulullah sudah bahagia dalam dekapan Allah. Ummu Aiman
menjawab bahwa ia tidak menangisi Rasulullah, tetapi menangisi umat yang
terputus dari “jawaban-jawaban dan ilmu dari langit” Maka dua sahabat ini pun
turut menangis, sehingga di masa pemerintahan para sahabat mulai diupayakan
berbagai hal untuk menjaga ilmu.
4.
Secara
umum, para tabiin berguru pada para sahabat. Sahabat utama (Bunda Asiyah,
Abdullah bin Abas, Abdullah Bin Mas’ud, Abu Hurairah, dll) memiliki
majelis-majelis yang mengajarkan Al Quran dan hadits Rasulullah
5.
Di
masa Abu Bakar banyak peperangan dan gugurnya para hafidz/hafidzah dan para
guru. Umar bin Khattab menghitung di Yamamah melawan pasukan nabi palsu, lebih
dari 300 penghafal Qur’an gugur syahid. Karena kekhawatiran akan
keberlangsungan umat Islam dan nasib ayat-ayat Al Qur’an yang bercerai berai
sedangkan para hafidz banyak yang gugur, maka Umar mengusulkan agar menyalin
ayat-ayat Al Qur’an menjadi satu kitab dengan tujuan menjaga kemurnian Al Qur’an
6.
Maka
dibentuklah panitia terdiri dari guru-guru Al Quran yang terkenal sebagai guru
dan dipuji bacaan dan hafalan Al Qur’annya di masa Rasulullah, antara lain
Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Mu’ad bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin
Tsabit. Maka panitia seleksi/ para guru Al Quran ini menyebarkan pengumuman
bahwa barang siapa saja yang merasa memiliki hafalan ayat Al Qur’an yang
diajarkan Rasulullah bisa menyetorkan hafalannya dengan diiringi dua saksi. Proses
inilah yang menjadi cikal bakal terkumpulnya Al Qur’an menjadi kitab/mushaf
utuh.
7.
Setelah
ekspansi besar-besaran, Al Qur’an kemudian diperbanyak dan didistribusikan ke
negara-negara syiar Islam.
8.
Hadits
Rasulullah kemudian menjadi perhatian berikutnya dari para sahabat untuk
dikumpulkan sehingga bisa menjadi acuan hukum selain Al Qur’an dengan catatan
sanadnya benar.
9.
Di
zaman Umar bin Abdul Aziz, Imam Az Zuhri memelopori menulis hadits sebab Al
Quran sudah established. Di zaman Umar bin Khatab ada larangan menulis hadits
karena dikhawatirkan tercampur dengan Al Quran
10.
Maka
proses inilah yang menjadi jalan ilmu sampai kepada umat.
11.
Bahasa
Al Qur’an yang tidak bisa ditafisrkan sembarangan dan banyaknya riwayat hadits
menjadi motivasi bagi para ulama pengikut tabi’in untuk melahirkan ilmu fiqih yang kemudian dikenal bercabang-cabang dan terkenal dengan empat madzhab besar.
Imam
Abu Hanifah
Abu
Hanifah lahir Kuffah di Persia, dengan model cara pikir masyarakat yang lebih
kompleksi dibandingkan dengan masyarakat jazirah Arab. Abu Hanifah sempat
berguru langsung pada sahabat nabi yaitu Anas bin Malik dan sempat meriwayatkan
satu hadits serta pada sahabat az Zabid. Imam Abu Hanifah berguru pada banyak
ulama, salah satu yang sangat mewarnai pemikiranya adalah ulama Kuffah bernama
Hammad bin Abdu Sulaiman, yang merupakan sosok guru 18 tahun bagi Abu Hanifah.
Hammad bin Abdu Sulaiman adalah murid dari imam Ibrahim An Naqai dan imam Syabi
yang merupakan dua ulama besar di zamannya. Keduanya merupakan murid dari imam
Masruq bin Ajda dan imam Al Qadi’iyat yang merupakan murid dari Abi Bin Abu
Thalib dan Abdullah bin Mas’ud. Maka corak pemikiran khas Abi bin Abi Thalib
yang cenderung berijtihad mempengaruhi Imam Abu Hanifah. Sumber keilmuan Abu Hanifah
tidak diragukan lagi, beliau sangat memahami Al Quran baik itu qiroaat, tafsir
dan juga hadits. Sosok imam Abu Hanifah dikenal egaliter, berdiskusi di tengah
pasar tentang ilmu pun sudah biasa. Sosok Abu Hanifah lebih mengutamakan
meng-qiyashkan yang ada dalam Al Quran untuk mengeluarkan fatwa sebab hadits
yang tersebar di Persia sangatlah sedikit. Al Fiqhul Akbar aalah kitab karya
imam Abu Hanifah namun isinya 805 tentang akidah. Sebab di zamannya masalah
yang banyak terjadi di Persia adalah masalah akidah, bukan soal ubudiyah dan
amaliyah.
Karena
tersohor akan kefaqihannya, Imam Abu Hanifah ditawari menjadi qadi/hakim agung
di masa Abbasiyah tetapi menolaknya karena penguasa Abbasiyah saat itu Abu
Jafar Al Mansur sangat kejam terhadap ulama yang kritis. Menurut riwayat shahih
Imam Abu Hanifah meninggal dunia pada usia 70 tahun setelah dipenjara dan
dipaksa minum racun karena dianggap melindungi buronan Abbasiyah yaitu Anafsu
Zakiyyah salah seorang keturunan Sayidina Hasan.Tahun kematian Abu Hanifah
adalah tahun kelahiran Imam As Syafi’i.
Imam
Malik
Imam
Malik lahir di Madinah pada 93 Hijriyah dan memiliki cita-cita masa kecil
sebagai biduan/penyanyi. Cita-cita ini ditunjang oleh perawakan Malik yang
tinggi, berwajah tampan dan berambut pirang serta kesukaannya mengenakan
pakaian bagus. Kegemaran mengenakan pakaian indah ini tetap dilakukan imam
Malik meski seiring bertambahnya usia ia tak lagi ingin menjadi biduan namun
mendalami Al Qur’an dan hadits nabi. Imam Malik berguru pada 600 tabi’in dan
300 tabi’ tabi’in termasuk para 7 fuqoha Madinah. Saat menjadi ulama Imam Malik
tidak sembarangan dalam berdiskusi dan memberikan fatwa. Beliau baru akan membahas
hadits dalam keadaan berwudhu usai sholat dua rokaat, di tempat yang mulia
seperti masjid misalnya. Hal ini dilakukan untuk menghormati ilmu. Meski
berguru pada berbagai ulama dengan bidang masing-masing, misalnya Imam Zuhri di
bidang hadits, pemikiran Imam Malik banyak dipengaruhi oleh Imam Rabb iah
Abdurrahman, yang menghabiskan waktu seusai subuh menjawab pertanyaan para
jamaah Madinah hingga dhuha hingga menjelang dhuhur.
Allah
menganugerahkan murid-murid yang cerdas seperti contohnya Imam Syafi’i sehingga
Imam Ibnul Atsir pernah berkata “cukuplah kemuliaan bagi imam Syafi’i karena gurunya
adalah Imam Malik” dan “cukuplah kemuliaan bagi Imam Malik karena memiliki
murid seperti imam Syafi’i.
Sepanjang
hidupnya Imam Malik bersahabat dengan banyak ulama, salah satu sahabat eratnya
adalah Imam La’az bin Sa’ad yang merupakan ulama Mesir terkemuka dan mereka
saling berkorespondensi meski terpisah jarak. Imam Malik dikenal sebagai ulama
yang sangat memegang teguh Al Quran dan Al Hadits, jika tidak ada dalam Al
Quran atau riwayat hadits maka beliau tidak malu untuk mengatakan “aku tidak
tahu” jika benar-benar tidak ada acuan dari Al Quran dan Al Hadits untuk
menyelesaikan permasalahan. Beliau dikenal sebagai ulama yang bijaksana, ketika
kitab Muwatho’ karya beliau diminta Harun Al Rasyid sebagai pedoman hukum
kekhalifahan Abbasiyah di zamannya, beliau menolak karena khawatir akan
menimbulkan perpecahan di kalangan sahabat dan umat.
Imam
Syafi’i
Imam
Syafi’i lahir di Gaza pada 150 H, yatim sejak dalam kandungan. Dirunut dari
silsilah, Imam Syafi’i merupakan keturunan Bani Muthalib dari garis ayah, dari
pihak ibu merupakan keturunan Utsman bin Affan. Imam Syafi’i belajar Al Qur’an
dan hadits dari berbagai ulama imam Sufyan bin Uyainah.
Belajar
dalam keterbatasan biaya, Imam Syafi’i adalah murid yang cerdas sehingga hafal
Al Quran di usia 7 tahun, dan didudukkan bersama para ulama lain di usia masih
belia.
Syafi’i
kecil bercita-cita sebagai penyair, sebab hadiah bagi para penyair sangatlah
menjanjikan bagi para. Hingga suatu hari seseorang memujinya bahwa dengan
suaranya yang indah, kefasihannya dalam berkata-kata betapa bermanfaatnya jika
digunakan untuk menjelaskan Al Qur’an dan sunnah.
Pada
usia 10 tahun Syafi’i kecil telah berniat menuntut ilmu kepada Imam Malik,
menurutnya Malik adalah bintangnya ulama di zamannya. Sebelum berguru, Syafi’i
telah menghafalkan kitab Muwatho’ terlebih dahulu.
Imam
Syafi’I pernah difitnah sebagai Syiah Rafidhah dan dituduh hendak memberontak
dari pemerintahan Harun Al Rasyid. Pernah digiring dari Yaman ke Baghdad
melewati gurun-gurun pasir sebagai hukuman. Setelah melalui pengadilan di
hadapan Harun Al Rasyid, imam Syafi’i terbebas dari tuduhan dan dihormati
sebagai pemuka agama di Baghdad selama bertahun-tahun.
Imam
Syafii kemudian kembali ke Mekah dan dari majelis yang diasuhnya ia bertemu imam Ahmad yang kelak menjadi salah satu muridnya.
Imam Ahmad
Dari keempat imam besar, Imam Ahmad mengalami ujian fitnah yang terbesar. Beliau hafal Al Quran pada usia 15 tahun. Ia menolak fasilitas yang dipinta sang guru, imam syafi'i kepada pemerintah Yaman dan Mesir tempat ia akan melanjutkan menuntut ilmu. Imam Ahmad pernah menjadi kuli panggul di pasar ketika kehabisan bekal saat menuntut ilmu.
Akhir hidupnya sangat menyedihkan ketika ia harus menghabiskan waktu di penjara karena bertentangan dengan penguasa di tengah dunia penuh fitnah.
Sering penasaran dengan kisah-kisah penyebar agama di masa lalu, di masa Nabi yang tantangannya besar banget. Masyaallah jadi ingin menonton seriesnya, luar biasa pasti kisahnya. Terima kasih informasinya!
ReplyDelete