catatan seorang ibu, wanita, hamba sahaya yang ingin berbagi pikiran dengan dunia

Edukasi SKM Bukan Susu, Kerjasama YAICI dan Muslimat NU


Minggu 6 Maret 2022 lalu, saya berkesempatan hadir di sarasehan edukasi SKM Bukan Susu di kantor Muslimat NU Sidoarjo. Acara yang diselenggarakan atas kerja sama Muslimat NU dan YAICI (Yayasan Abhipraya Insan Cendekia) ini bertujuan untuk memberikan edukasi kepada kader-kader muslimat NU sekabupaten Sidoarjo mengenai penggunaan Kental Manis yang seharusnya tidak dikonsumsi layaknya susu. 

Edukasi SKM Bukan Susu telah dicanangkan YAICI sejak tahun 2017. Selama empat tahun terakhir YAICI bekerja sama dengan Aisyiyah Muhammadiyah dan Muslimat NU mensosialisasikan bahwa SKM bukanlah pengganti susu dan tidak bisa diharapkan sebagai sumber nutrisi serta gizi layaknya susu. YAICI memilih bekerja sama dengan organisasi wanita yang memiliki jaringan luas dan memiliki kepedulian terhadap masalah kesehatan, pendidikan dan lingkungan serta mewadahi kader sesuai bidang-bidang tersebut secara spesifik. Harapannya pesan penting mengenai informasi gizi dan kesehatan bisa tersampaikan kepada masyarakat hingga tingkat bawah.

 

Sarasehan ini mengambil tema bahwa Kental Manis (SKM) bukan susu dan tidak bisa menggantikan zat gizi yang terkandung dalam susu sebab SKM tidak mengandung nutrisi layaknya susu namun mengandung gula yang tinggi.

Kental Manis sebaiknya hanya dikonsumsi sebagai penambah cita rasa dalam berbagai hidangan makanan dan minuman. Kental manis bisa dikonsumsi, namun terbatas sebagai topping roti tawar dan roti bakar, penambah cita rasa es teler dan jus buah, pengental pudding dan agar-agar, campuran untuk membuat aneka kue atau bahan membuat martabak manis.

Konsumsi Kental Manis yang berlebihan bisa berdampak buruk pada kesehatan, terutama bagi tumbuh kembang balita dan anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Bahayanya lagi, menurut penelitian yang dilakukan YAICI, ibu-ibu rumah tangga memiliki persepsi bahwa Kental Manis bisa dikonsumsi layaknya susu. Data Tahun 2018 yang dipaparkan Bapak Arif Hidayat, Ketua Harian YAICI menunjukkan fakta bahwa 97% ibu rumah tangga di Kendari dan 78 % ibu-ibu Batam menganggap bahwa Kental Manis bisa dikonsumsi seperti minuman susu pada umumnya. 

Pak Arif lebih lanjut mengungkapkan fakta bahwa informasi mengenai Kental Manis adalah susu 73% diperoleh dari tayangan iklan di televisi, radio dan media massa lainnya. Sedangkan 13% responden menyatakan bahwa info Kental Manis adalah susu diperoleh dari petugas Puskesmas dan 5% lainnya menyatakan info tersebut diperoleh dari petugas medis. 

Penelitian YAICI lebih lanjut pada tahun 2019 di Aceh, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Utara menunjukkan bahwa 37% ibu rumah tangga menganggap Kental Manis adalah produk yang menyehatkan layaknya susu, 26,7% ibu memberikan Kental Manis kepada anaknya setiap hari, 22% ibu memberi anaknya Kental Manis minimal 1 porsi setiap hari dan 26% ibu memberikan Kental Manis dengan takaran lebih dari 3 sendok makan dalam 2 gelas setiap hari. 

Di sisi lain YAICI mendapatkan fakta dari hasil survey di lapangan bahwa 14,5% anak dengan gizi buruk mengonsumsi Kental Manis lebih dari sekali sehari. 29,1% anak dengan gizi kurang mengonsumsi Kental Manis lebih dari sekali dalam sehari. Sedangkan 56,4% anak dengan gizi baik tidak mengonsumsi Kental Manis sebagai minuman secara rutin. Data ini menunjukkan adanya korelasi antara konsumsi Kental Manis dengan gizi buruk pada anak-anak.

 


Selaras dengan data yang diperoleh pihak YAICI, dr. Hj Erna Yulia Soefihara Ketua Bidang Kesehatan PP Muslimat NU memaparkan data hasil survey terhadap 60 ibu domisili Jawa Timur sebagai responden. 56 ibu menyatakan memberikan Kental Manis kepada anaknya sebagai minuman. Dari 56 anak ini 29 anak berstatus gizi baik, 11 anak menderita gizi buruk, 5 anak dinyatakan berisiko gizi lebih, 5 anak menderita gizi kurang, 3 anak berstatus menderita obesitas dan 3 anak lainnya menderita gizi lebih. 

Pak Arif dari YAICI memaparkan alasan mengapa Sidoarjo dipilih sebagai tujuan edukasi SKM bukan susu. Melalui pencatatan elektronik dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (e-PPGBM) di 38 kabupaten/kota di Jatim 2019, dari total sebanyak 344.019 balita menderita stunting atau gizi buruk di Jatim, tertinggi adalah Kabupaten Sidoarjo. Daerah tertinggi stunting kedua adalah Kabupaten Banyuwangi sebanyak 21.266 kasus. Fakta yang mengejutkan inilah yang mendorong YAICI dan Muslimat NU melalui kader-kadernya untuk memberikan edukasi secara lebih komprehensif khususnya bagi ibu-ibu di Jawa Timur.

 


Kondisi gagal tumbuh, gagal kembang, stunting yang terjadi pada anak usia di bawah lima tahun atau mulai usia 0-2 tahun disebabkan tiga faktor utama yaitu:

1.   Buruknya sanitasi

Buruknya sanitasi yang meliputi kebersihan diri dan lingkungan dapat menyebabkan berbagai penyakit infeksi seperti kolera, diare, typhoid fever, hepatitis dan berbagai penyakit lainnya. Anak yang sering terserang penyakit akan mengalami hambatan dalam tumbuh kembangnya.

2.   Pola Makan

Kurangnya makanan bergizi bisa menjadi penyebab terjadinya stunting. Apalagi jika ibu hamil kurang mengonsumsi makanan bergizi saat dalam kandungan.

3.   Pola Asuh

Kurangnya wawasan orang tua mengenai asupan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan anak sejak di dalam kandungan hingga setelah melahirkan bisa menjadi pemicu terjadinya gizi kurang dan stunting. Salah satu contoh adalah ketidaktepatan informasi mengenai SKM sehingga menganggap SKM layaknya susu.

 

Edukasi SKM Bukan Susu ini dilanjutkan dengan bakti sosial Muslimat NU dan YAICI ke lapangan.

Kunjungan pertama di rumah adik Zahra. Gadis kecil berusia 9 tahun ini divonis dokter menderita Cerebal Palsy. Pada usia 3 bulan Zahra pernah menderita kejang-kejang tetapi tidak mendapatkan pertolongan medis secara optimal.

Menurut salah satu kader muslimat NU yang turut dalam kegiatan ini, keluarga Zahra tergolong Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Ketika dalam kondisi hamil, sang ibu kurang melakukan kontrol kesehatan dan memantau kehamilan. Pihak YAICI tak lupa memberikan edukasi untuk tidak memberikan SKM sebagai minuman layaknya susu agar tidak semakin memperburuk kondisi Zahra.

 

Kunjungan berikutnya ke rumah adik Vino yang masih berusia 3 tahun. Pihak YAICI memberikan edukasi bahwa anak di masa pertumbuhan seperti Vino butuh makanan bergizi tinggi dan mengandung protein untuk tumbuh kembang optimal. 

Produk berprotein tinggi bisa diperoleh dari sumber protein hewani seperti daging, telur dan susu maupun protein nabati seperti tahu dan tempe. Namun perlu diingat kembali bahwa SKM bukanlah susu.

 

Edukasi langsung ke masyarakat seperti yang dilakukan YAICI ini memang perlu digalakkan. Hal ini terkait dengan permasalahan rendahnya tingkat literasi masyarakat Indonesia yang berada di posisi 60 dari 61 negara di dunia. Diharapkan dengan acara yang dikemas dalam bentuk sarasehan santai dan kunjungan bakti sosial ini, pesan penting bahwa SKM bukan susu dapat mengimbangi kendala rendahnya pemahaman literasi masyarakat akan gizi.

 




 




Share:

1 comment:

  1. Hemm gak pernah ngeh sama ini sedari dulu susu kental jadi andalan karena si kecill juga suka, eh ternyata ada dampak negatifnya. Mantep kerjasamanya apalagi bermanfaat untuk masyarakat.

    ReplyDelete

BloggerHub

Warung Blogger

KSB

komunitas sahabat blogger

Kumpulan Emak-emak Blogger

Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Powered by Blogger.

About Me

My photo
Ibu dua putra. Penulis lepas/ freelance writer (job review dan artikel/ konten website). Menerima tawaran job review produk/jasa dan menulis konten. Bisa dihubungi di dwi.aprily@gmail.com atau dwi.aprily@yahoo.co.id Twitter @dwiaprily FB : Dwi Aprilytanti Handayani IG: @dwi.aprily

Total Pageviews

Antologi Ramadhan 2015

Best Reviewer "Mommylicious_ID"

Blog Archive

Labels

Translate

Popular Posts

Ning Blogger Surabaya

Ning Blogger Surabaya

Labels

Labels

Blog Archive

Recent Posts

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.