catatan seorang ibu, wanita, hamba sahaya yang ingin berbagi pikiran dengan dunia

Perlu Ga Sih Ikutan Mom's War

Mom's War apaan tuh? apa rombongan emak-emak saling jambak sambil bawa panci dan segala peralatan dapur sebagai peralatan perang? Oh no..bukan itu, ini semacam El Clasico gitu, selalu terjadi sepanjang masa tapi entah demi memperebutkan apa
Jika bapak-bapak pecinta sepakbola sangat menantikan El Clasico (duel Real Madrid Vs Barcelona) demi mendapatkan hiburan maka kaum ibu-ibu punya ajang pertempuran duel klasik yang disebut Mom War. Tapi justru dari Mom War saya ketiban rezeki. Sebagai seorang yang hobi menulis, senang sekali rasanya ketika naskahnya dimuat di media nasional. Apalagi pemuatan naskah bertema “Surat untuk Ibu” tersebut bertepatan dengan peringatan Hari Ibu. 22 Desember 2015 adalah hari bersejarah bagi saya, tulisan tentang Stop Mom War adalah murni curahan hati, surat terbuka untuk kaum wanita karena lelah menyaksikan perdebatan antara para wanita, ibu, mama, emak, bunda tentang segala hal yang diperdebatkan. Tema debatnya beragam dan tak ada habisnya. Mulai dari “melahirkan secara alami lebih mulia daripada SC”, “Sufor Vs ASI”, “Sekolah umum VS Boarding School” hingga masalah klasik “Working Mom Vs Stay at Home Mom”
Jika menemui perdebatan yang memicu Mom War entah itu di depan mata atau di dunia maya, saya enggan untuk larut di dalamnya. Sebisa mungkin saya menjauh jika upaya mendamaikan kedua kubu menemui jalan buntu. Berada di tengah mereka yang tengah membara jadi teringat kata pepatah: gajah bertarung lawan gajah pelanduk mati di tengah-tengah. Tentu saya tak mau jadi pelanduk. Lebih baik melarikan diri dan lempar handuk.
Daripada memihak salah satu kubu mending saya menjadikan Mom War sebagai salah satu tulisan. Termasuk ide menulis artikel yang akhirnya dimuat di media massa nasional. Norak-norak bergembira, korannya pun saya selamatkan dari pembumihangusan dan disimpan sebagai kenang-kenangan. Inilah namanya Mom War penuh keberkahan. Orang lain berdebat, saya yang mendapatkan ide menulis dan nominal fee yang lebih dari lumayan untuk membeli cabe dan tomat.
Foto Dwi Aprilytanti Handayani.
Foto yang muncul dari memori FB, tertanda posting ; 2 Juni 2010

dengan caption

waktu cepat sekali berjalan, anakku sudah 2, yg sulung sdh sekolah SD..tak lama si kecil juga PG, TK..semoga sisa usia kami barokallloh..rasanya terlalu bnyk waktu terbuang sia-sia di masa lampau


Mengapa Menghindari Mom War?
            Saya memang enggan larut dalam perdebatan dan punya alasan khusus mengapa harus menghindar dari Mom War. Alasan paling kuat:
1.      Petuah orang bijak
Saya selalu ingat kisah Imam As-Syafii. Beliau ini sosok yang sangat cerdas. Andai berdebat pastilah menang. Tetapi beliau enggan mempertahankan argumentasi di depan banyak orang manakala diserang. Hingga saat berhadapan face to face dengan pendebatnya barulah si pendebat tahu jika pendapatnya salah. “Aku tak ingin kau menanggung malu” inilah jawab Imam As-Syafii ketika ditanya mengapa tak mendebat argumentasinya di muka umum.
“Singa ditakuti karena diam, anjing menggongong dijadikan mainan” Jika terpicu untuk berdebat, ingatlah pepatah Imam AsSyafi’i. Beliau menganalogikan orang-orang yang senang berdebat setara dengan anjing menggonggong. Duh!
2.      Buang-buang energi
Percayalah. Perdebatan itu selalu menguras waktu, tenaga dan energi. Tak akan pernah ada habisnya sebab tujuan berdebat adalah memenangkan pertarungan. Padahal dalam perdebatan masing-masing pihak selalu merasa paling benar. Ya pasti dong, karena masing-masing punya alasan tersendiri mengapa opininya adalah yang terbaik. Nah daripada tidur tak nyenyak, makan tak enak kan lebih baik menghindari perdebatan. Atau jadikanlah perdebatan sebagai sumber penghasilan seperti yang telah saya lakukan hehehe (tertawa licik)
3.      I’ve been there before
Ya. Untuk apa saya berdebat jika saya pernah merasakan berada dalam posisi yang diperdebatkan. Bersyukur, saya pernah melahirkan secara alami dan SC. Bersyukur saya pernah bekerja kantoran sebelum kemudian memutuskan untuk berhenti dan menjadi emak rumahan. Kalau saya memperdebatkan salah satu di antaranya sebagai posisi ibu yang lebih baik sama saja dengan meludahi masa lalu atau menyesali masa kini.


Share:

No comments:

Post a Comment

BloggerHub

Warung Blogger

KSB

komunitas sahabat blogger

Kumpulan Emak-emak Blogger

Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Powered by Blogger.

About Me

My photo
Ibu dua putra. Penulis lepas/ freelance writer (job review dan artikel/ konten website). Menerima tawaran job review produk/jasa dan menulis konten. Bisa dihubungi di dwi.aprily@gmail.com atau dwi.aprily@yahoo.co.id Twitter @dwiaprily FB : Dwi Aprilytanti Handayani IG: @dwi.aprily

Total Pageviews

Antologi Ramadhan 2015

Best Reviewer "Mommylicious_ID"

Blog Archive

Labels

Translate

Popular Posts

Ning Blogger Surabaya

Ning Blogger Surabaya

Labels

Labels

Blog Archive

Recent Posts

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.