catatan seorang ibu, wanita, hamba sahaya yang ingin berbagi pikiran dengan dunia

Lima Cara #DukungCerdasnya Buah Hati Kita Agar Mereka Bahagia

“Selamat Bu mas Radit ranking satu. Mas Radit ini anaknya cerdas sekali Bu” kata wali kelas si bungsu saat saya mengambil raportnya kelas satu madrasah dahulu. Alhamdulillah, prestasi ranking satu di kelas pun tetap ia pertahankan selama tiga tahun berturut-turut..
Cerdas, biasanya identik dengan nilai raport. Namun bagi saya kecerdasan tidak harus selalu mengacu pada nilai-nilai akademis. Maka setiap menerima raport tanpa bermaksud mengabaikan pujian sang guru, saya balik bertanya “Bagaimana dengan perilaku Radit di sekolah Bu?”  Jawaban ibu guru melegakan saya “Alhamdulillah, mas Radit aktif di kelas, rajin menyelesaikan tugas dan sopan terhadap guru dan rekan-rekannya”

Jika Howard Gardner membagi kecerdasan menjadi delapan poin, saya memilih menyederhanakannya menjadi tiga poin saja. Menurut saya #AnakCerdasItu setidaknya memiliki salah satu dari kecerdasan akademis, kecerdasan sosial - emosional dan kecerdasan intelektual. Anak cerdas adalah anak yang mudah memahami segala sesuatu dan punya kemampuan menyelesaikan permasalahan.
1.    Kecerdasan Akademis
Kecerdasan akademis bisa diukur dari nilai ujian, nilai raport, cepat tanggapnya siswa ketika diajukan pertanyaan dan menyelesaikan tugas sekolah. Perlu ditegaskan bahwa nilai-nilai raport dan ujian tersebut murni hasil kerja kerasnya sendiri sebagai bagian dari proses pendidikan dan memahami pelajaran, bukan hasil mencontek dan kecurangan.
Bersama Wali kelas saat menerima piala dan hadiah kenaikan kelas
2.    Kecerdasan sosial - emosional
Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan mengelola emosi. Termasuk mengendalikan amarah, menumbuhkan empati dan simpati dan memahami kelebihan dan kekurangan diri. Anak yang cerdas secara emosi mampu mengendalikan diri, mampu membedakan hal yang baik dan buruk, tidak berlebihan dalam mengungkapkan ketidaksukaan maupun saat merayakan kemenangan. Saya bersyukur, meski masih dalam tahap belajar mengontrol emosi, tetapi saat meluapkan kemarahan perilaku Radit masih dalam batas kewajaran. Radit juga menunjukkan kepedulian terhadap sesama dan memiliki rasa setia kawan. Ia tak segan berbagi bekal di sekolah, membawakan makanan dan minuman untuk teman-teman bermain bolanya. Ia juga selalu berupaya menyisihkan uang sakunya untuk berinfaq di kotak masjid sebelum sholat subuh.
Kami mengajarkannya berbagi sejak usia dini
3.    Kecerdasan intelektual.
Kecerdasan intelektual berbeda dengan nilai akademis. Sebab bisa jadi seseorang punya nilai akademis tinggi, tetapi di luar sekolah atau ujian-ujian akademis ia kurang mampu memecahkan masalah. Kecerdasan intelektual merupakan kombinasi dari kemampuan akademis sekaligus kemampuan menyelesaikan permasalahan.
Mencuci sepedanya sendiri yang berlepotan lumpur sepulang sekolah, tanpa menunggu instruksi
      Alhamdulillah, selama ini saya melihat Radit berpotensi mengembangkan kemampuan dan kecerdasan intelektualnya. Ia cukup mandiri berkaitan dengan urusan pribadi dan sekolah. Bahkan tetangga memuji kemandiriannya ketika ia terpaksa dititipkan selama tiga hari di rumah beliau ketika ayahnya harus rawat inap di rumah sakit.
   Kecerdasan intelektual juga berkaitan dengan cara berkomunikasi dengan sesama serta kesadaran akan hubungan dengan Tuhan. Sebagai orang tua saya merasa punya kewajiban mengenalkan anak dasar-dasar beribadah. Alhamdulillah di usia 8 tahun Radit sudah punya kesadaran berupaya menunaikan sholat lima waktu berjamaah di masjid tanpa diperintah. Ia juga mampu membaca Al Quran dengan bacaan yang benar dan pernah ditugaskan bertilawah sebagai pembuka acara halal bi halal di RT.



Memiliki anak cerdas adalah dambaan setiap orang tua. Namun mewujudkannya tidak mudah. Dibutuhkan kesabaran dan proses yang cukup panjang. Dalam perjuangan membentuk pribadi #AnakCerdasItu saya melakukan langkah-langkah berikut:
1.    Memberikan tauladan, bukan sekadar perintah
Jika kecerdasan akademis membutuhkan ketekunan belajar dan berlatih, kecerdasan intelektual membutuhkan tauladan, bukan sekadar himbauan. Mengajak Radit berbuka bersama anak yatim atau memotivasinya memasukkan uang ke kotak infaq lebih mengena daripada sekadar berceramah “perbanyak sedekah”  Saya dan suami mengajaknya berangkat bersama sholat berjamaah ke masjid daripada menyuruhnya ke masjid tapi kami sendiri memilih sholat di rumah.
Terbiasa sholat berjamaah sejak usia 4 tahun

2.    Mendukung bakatnya
Radit senang sekali bermain bola. Sebagai bentuk dukungan kami membelikannya sepatu futsal. Hobinya bermain bola menggali kreativitasnya dan menumbuhkan kepedulian terhadap pentingnya kerja berkelompok sehingga ia pun terstimulasi untuk lebih cerdas secara sosial.
salah satu prestasi karena hobinya bermain bola
3.    Tidak membebani dengan target
Saya tak pernah membebani Radit dengan target atau pencapaian prestasi.  Namun memberikan penghargaan atas prestasi yang diraih. Metode serius tapi santai membuatnyalebih rileks, tidak tegang saat menghadapi ujian meski tetap rajin belajar. “Belajar adalah untuk mendapatkan ilmu, bukan sekadar mengejar nilai ujian” ini yang saya tekankan.
Yeaay yuk main game setir mobil sebagai hadiah prestasi ranking satu

4.    Memberikan nutrisi dan multivitamin yang tepat
Nutrisi dan gizi yang tepat akan membuat tubuh anak-anak kuat, sehat dan tumbuh kembangnya optimal. Terkadang saya merasa perlu memberikan multivitamin untuk membantu menjaga stamina sekaligus menunjang kecerdasan otak. Kebetulan pernah coba Cerebrofort Gold. Multivitamin ini mengandung AA, DHA, EPA, L-Glutamic Acid dan Folic Acid yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Serta mengandung vitamin A,C,D,B kompleks dan Biotin yang membantu memelihara kesehatan dan membantu metabolisme tubuh.
Cerebrofort Gold, Multivitamin tepat sesuai kebutuhannya
5.    Mengiringinya dengan doa
Tuhan Maha Kuasa atas segalanya. Kita patut mengiringi segala ikhtiar untuk membentuk anak cerdas dengan doa

Memiliki anak yang cerdas adalah dambaan orang tua, namun prosesnya tetap harus dinikmati dengan segala tantangan di setiap fase kehidupan kita. Diperlukan ketekunan, tauladan, keikhlasan untuk menerima anak-anak apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Mungkin mereka kurang optimal di satu bidang, tapi menunjukkan kecerdasan di bidang lain. Maka #DukungCerdasnya dengan segenap jiwa. Jika mereka merasa didukung dan dihargai, secara psikologis anak-anak akan merasa bahagia, sehingga bakat dan potensinya tergali, kecerdasannya pun teroptimasi.
Share:

No comments:

Post a Comment

BloggerHub

Warung Blogger

KSB

komunitas sahabat blogger

Kumpulan Emak-emak Blogger

Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Powered by Blogger.

About Me

My photo
Ibu dua putra. Penulis lepas/ freelance writer (job review dan artikel/ konten website). Menerima tawaran job review produk/jasa dan menulis konten. Bisa dihubungi di dwi.aprily@gmail.com atau dwi.aprily@yahoo.co.id Twitter @dwiaprily FB : Dwi Aprilytanti Handayani IG: @dwi.aprily

Total Pageviews

Antologi Ramadhan 2015

Best Reviewer "Mommylicious_ID"

Blog Archive

Labels

Translate

Popular Posts

Ning Blogger Surabaya

Ning Blogger Surabaya

Labels

Labels

Blog Archive

Recent Posts

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.