Libur telah tiba, meski bukan pekerja kantoran, libur panjang di jenjang pendidikan adalah anugerah buat saya. Ritme hidup jadi lebih selow. Pagi yang hectic karena harus menyiapkan sarapan pagi-pagi sekali, sekaligus memutar otak untuk bekal si anak kini saatnya break. Memasak buat bekal suami masih setiap hari, tapi bersyukurnya beliau bukan type picky eater seperti si bungsu, makanan sederhana apapun jadi tanpa ada komplain. Yang penting nggak keasinan, aman.
Saat liburan seperti ini, meski nggak berlibur ke obyek-obyek wisata, di hati rasanya bahagia. Ya gimana, saya jadi gak perlu menguras tenaga demi mencuci secara manual baju dan celana putih seragam si bungsu, yang tidak bisa bersih jika dicuci menggunakan mesin. Setrikaan juga berkurang sebab tak perlu menyeterika seragam sekolah dan baju-baju kuliah si sulung. Dah, pokoknya hidup selow setelah hectic itu luar biasa.
Menikmati hari-hari selow |
Hari-hari bisa lebih sedikit santai, dan punya banyak waktu untuk menulis lagi. Menjelang akhir tahun 2024, banyak hal yang perlu direnungkan, disyukuri agar di tahun 2025 menjadi lebih baik lagi.
Hal-hal yang patut disyukuri berkaitan dengan rezeki, menjelang akhir tahun saya mendapat kejutan. Menjadi pemenang harapan di Kompetisi BRI Creatorfest 2024
Sebelumnya dua kali menjadi pemenang mingguan (kompetisi yang berbeda) di pelatihan menulis bertema yang dinilai mas Agus Mulyadi.
Kejutan lagi, fee Troopers Danone yang sudah hampir tiga tahun belum lunas, ternyata diangsur lagi sama PIC. Semoga beliau dikaruniai kesehatan dan kemudahan rezeki untuk melunasi (kurang 500 ribu ke saya, dan beberapa teman lain malah ada yang belum dibayar sama sekali) Problem ini tidak ada kejelasan, apakah karena tidak dibayar klien, atau PIC ada kesulitan sehingga pembayaran tersendat. Semoga Allah membukakan jalan keluar terbaik.
Yang patut direnungkan lagi adalah, seumuran saya ternyata masih saja kesulitan mengelola emosi. Dahlah, kalau sedang diuji kesempitan rezeki, saya merasa paling merana sedunia. Itulah mengapa saya selalu meneteskan air mata setiap kali melihat cuplikan video rakyat Palestina yang selalu mengawali jawaban dengan "Alhamdulillah" ketika ditanya apa kabarnya. Kurang menderita apa mereka, hidup dijajah, rumah hancur dibom laknatullah Israel, kerabat banyak yang meninggal dunia. Hidup di pengungsian dengan segala keterbatasan, tetapi ucapan Alhamdulillah begitu ringan mereka ucapkan.
Astaghfirullah, semoga Allah ampuni dosa saya. Oleh karena itu saya bertekad untuk lebih bersabar lagi menghadapi segala skenario hidup. Jika sedang senang tak terlalu berlebihan dan siap berbagi. Jika sedang susah, juga tidak berlebihan sehingga merasa paling susah sendiri.
Apalagi Ramadan tinggal sekitar dua bulan lagi. Semoga saat Ramadan 2025 dan sesudahnya, saya menjadi pribadi yang lebih baik secara istiqomah. Sehingga saat sewaktu-waktu dipanggil Allah, saya meninggal dalam keadaan husnul khotimah.
No comments:
Post a Comment