Tinggal di desa seperti tempat saya tinggal ada enak dan nggak enaknya. Enaknya masih banyak sawah sehingga udara tidak terlalu gerah karena polusi udara. Kalau gerah karena cuaca memang sudah dari sononya. Desa tempat saya tinggal memang unik, padahal jarak ke Surabaya, kota megapolitan kedua di Indonesia hanya beberapa kilometer saja, tetapi kawasan domisili saya disebut desa, benar-benar desa, yaitu Desa Sukodono di Sidoarjo.
Kalau orang lain jauh-jauh healing, mencari pemandangan sawah dan matahari terbit sampai ke Bali, saya cukup jalan kaki olahraga pagi di sawah dekat rumah untuk menyaksikan detik-detik matahari beranjak pelahan tanpa merogoh kocek yang mengganggu anggaran hanya demi menyaksikan sunrise seperti ini.
Kalau dipikir-pikir nggak enaknya tinggal di desa mungkin cuma sekian persen saja. Paling-paling kalau pesan makanan online dari resto ongkirnya lumayan mahal, hiburan seperti bioskop nggak ditemukan (tapi kan sudah ada Netflix yang langganannya bisa ditanggung lima orang melalui sharing seperti ride share kendaraan) Tapi nggak enaknya lagi kalau butuh ke ATM BRI malam hari di kantor cabang kena palak tukang parkir liar.
Duh, kalau teringat pengalaman Balada ATM BRI dan Tukang parkir rasanya pengen menyanyikan syairnya Nidji saat Giring belum jadi wakil menteri :
Bernyanyi demi melupakan uang dua ribuan yang entah berapa kali harus melayang untuk tukang parkir penjaga ATM BRI di malam hari meski saya hanya berniat cek saldo doang menanti transferan yang entah kapan datang.
"Kok nggak cek pakai M-Banking di BRImo saja sih" begitu kata tetanggaku. "Males e mbak, antri dulu di CS buat bikin" jawabku "Tapi bisa lo sekarang bikin mobile banking di rumah pakai Face ID" sambarnya. " Lho sampeyan bisa step bu stepnya dong, ajarin laah biar aku gak perlu kepalak tukang parkir lagi" harapku
"Wah aku yo ora iso kok mbak, Itu tadi cerita salah satu pasien terapiku cerita dia udah bikin BRImo pakai Face ID" katanya sambil cengengesan. Ya memang serandom itu saya punya tetangga, anggap saja obat awet muda.
Tapi untungnya di lokasi yang lebih dekat dengan rumah sekarang sudah ada Agen BRILink. Jadinya nggak perlu kucing-kucingan sama tukang parkir kalau butuh ambil uang.
Peran Agen BRILink di Daerah
Agen-agen BRILink ini memang bukan agen rahasia seperti FBI. CIA atau M16 tetapi keberadaannya sangat dibutuhkan karena banyak berperan dalam aktivitas keseharian, antara lain:
1. Membantu tugas kantor cabang
Berbagai transaksi bisa dilakukan di agen BRILink termasuk mengambil uang dan membayar berbagai tagihan. Karena lokasinya tersebar hingga di perumahan, dusun dan sekitarnya, maka agen BRILink sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Apalagi jam operasional kantor cabang bank biasanya lebih pendek dibandingkan jam operasional agen BRILink, jadi nggak perlu pusing kalau butuh tarik uang tunai sewaktu-waktu.
2. Mengoptimalkan perputaran uang hingga di pelosok desa
Pengalaman tak terlupa yang terbantu dengan kehadiran agen BRILink adalah saat anak sulung saya yang sedang mondhok di pesantren di pelosok Banyuwangi sedang butuh uang mendadak. Lazimnya kami para walisantri akan bertukar informasi siapa yang sedang berkunjung sehingga bisa titip uang melalui transfer untuk diserahkan ke anaknya masing-masing. Ndilalah saat itu walisantri yang kami titipi uang berkata "Maaf Pak, saya hanya bawa uang terbatas jumlahnya, ini sudah banyak yang titip. Kalau harus ambil ke ATM lumayan jauh nih ojeknya, saya juga harus mengejar waktu agar nanti balik Surabaya tidak ketinggalan kereta" Wah suami saya sempat puyeng, bagaimana bisa segera memberikan uang kiriman untuk si sulung. Tapi Bapak walisantri yang baik tadi melanjutkan pembicaraan di telepon "Ada agen BRILink sih di dekat sini Pak, tetapi ya ada charge layanan administrasi seperti biasa" kata beliau Wah tentu tidak masalah, hanya tinggal melebihkan nominal transfer untuk mengganti biaya layanan mengambil uang di agen BRIlink masalah terpecahkan tanpa merasakan pusing kepala.
3. Mengatasi masalah darurat di saat tepat
Mungkin agen BRILink bisa memasang slogan ; Agen BRILink membantu mengobati pusing. Sebab pengalaman terbantu agen BRILink tidak hanya sekali. Kali ini di saat yang genting. Sekitar tiga tahun lalu, kami sekeluarga mudik ke tanah kelahiran suami di Bali setelah lebih dari sepuluh tahun tidak pulang ke kampung halaman. Bukan karena suami menjadi Si Malin Kundang yang durhaka atau meniru Bang Thoyib yang tak pulang-pulang. Tetapi karena kedua orang tua sudah tidak ada, alias yatim piatu maka niat untuk pulang kampung tidak sebesar dulu. Apalagi biaya mudik tidak bisa hanya ditulis lalu ditagihkan sebagai biaya perjalanan dinas hehehe.
Maka ketika bos di kantor suami menginstruksikan untuk memakai mobil sewaan perusahaan selama libur lebaran, jadilah kami nekad pulang ke kampung halaman pada H-1 Lebaran. Tapi, karena tidak mengetahui perubahan peraturan penyeberangan setelah bertahun-tahun, jadilah kami nyaris terperangkap di antrian mobil menuju penyeberangan tanpa membawa tiket. Lebih dari sepuluh tahun lalu, penjualan tiket penyeberangan dilakukan on the spot, yaitu di loket menuju jembatan yang mengarah ke kapal penyeberangan, ternyata beberapa tahun kemudian sudah banyak perubahan.
Beruntung petugas polisi yang berjaga dengan ramah menanyakan apakah kami sudah mempunyai tiket sebelum menuju antrian. "Maaf Pak, sudah tidak ada lagi penjualan tiket on the spot, sekarang bisa diakses secara online jadi harus disiapkan dulu" kata pak polisi ketika suami menjawab pertanyaannya dengan "Biasanya kan beli sebelum masuk kapal"
"Atau bapak bisa memutar keluar pelabuhan dulu, tepat di seberang itu ada agen BRILink yang menyediakan pemesanan tiket" lanjut beliau. Masyaallah leganya, melebih rasa lega terbebas dari sembelit yang menyiksa.
Akhirnya suami memutuskan memutar mobil dan menuju agen BRILink di seberang jalan untuk membeli tiket penyeberangan.
Agen BRILink di Ketapang, Dokpri |
Kapan ke Bali lagi, Dokpri |
Itu kisahku bersama agen-agen BRILink si obat pusing, bagaimana kisah kalian?
Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI supported by BRI